DENPASAR

Badan Intelijen Negara (BIN) berkomitmen untuk terus terlibat langsung dalam menanggulangi penyebaran wabah Covid-19, karena dapat berdampak bagi ketahanan nasional. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, BIN merupakan lini terdepan keamanan nasional.

“BIN berkepentingan untuk ikut menjaga dan mengamankan berbagai kebijakan nasional, termasuk pembukaan pariwisata yang aman dari penularan Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara konsisten demi pemulihan perekonomian” Deputi Komunikasi dan Informasi BIN, Dr. Wawan Hari Purwanto saat menggelar jumpa pers usai diskusi bertajuk “Persiapan Bali dalam Membuka Jendela Dunia dengan Penerapan Protokol Kesehatan Pada Wisatawan Nusantara” di Sanur, Bali pada Kamis (10/9).

Beberapa upaya yang telah dilakukan diantaranya adalah menjalin kerja sama dengan berbagai Universitas dan lembaga penelitian untuk menemukan Obat dan Vaksin Covid-19, melaksanakan tes rapid maupun Swab kepada masyarakat, hingga melaksanakan kegiatan dekontaminasi di berbagai fasilitas publik. Di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini, BIN juga memiliki tanggung jawab untuk ikut mewujudkan pariwisata nasional yang aman berdasarkan protokol kesehatan bagi wisatawan nusantara dalam rangka pemulihan perekonomian nasional.

Menurutnya, kehadiran BIN bertujuan untuk mendukung kembalinya pertumbuhan pariwisata di tanah air khususnya Bali yang aman berdasarkan protokol kesehatan. Keyakinan wisatawan nusantara bahwa Bali telah dapat dikunjungi harus juga ditunjang oleh keberhasilan Pemerintah Bali dalam mengendalikan laju penularan Covid-19. Beberapa indikator tersebut diantaranya adalah tidak adanya cluster baru Covid-19 di berbagai titik destinasi dan angka kesembuhan yang semakin baik.

Ia mengungkapkan bahwa kehadiran BIN merupakan representasi hadirnya negara dalam mewujudkan pemulihan pariwisata dan perekonomian nasional. Selain itu, BIN juga berupaya memastikan bahwa konsep pariwisata di Bali telah menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan baik sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret lalu tidak saja berdampak buruk pada sektor kesehatan masyarakat, namun juga menghancurkan sektor pariwisata dalam negeri. Bali sebagai penyumbang terbesar devisa negara dari sektor pariwisata juga ikut terkena imbasnya. Anjloknya Pariwisata di Bali pun mempengaruhi sub sektor lainnya seperti pertanian, transportasi, akomodasi, hingga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Wawan menyampaikan terpuruknya dunia pariwisata Bali berimbas pada banyak pekerja yang dirumahkan hingga di PHK. Berdasarkan data Pemprov Bali, per Agustus 2020 pekerja yang dirumahkan sebanyak 73.631 orang. Sedangkan yang di PHK 2.667 orang. Sementara dari segi pendapatan, Bali kehilangan Rp 9,7 triliun setiap bulannya. Tekanan berat bagi pariwisata Bali juga tercermin dari kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali pada Juni 2020.

“Berdasarkan data BPS Bali kunjungan wisatawan hanya tercatat 32 kunjungan atau turun 99,99 persen dibandingkan dengan kedatangan pada Juni 2019 yang sebanyak 549.516 kunjungan” paparnya.

Wawan mengungkapkan pemerintah berusaha bergerak cepat dan berusaha membangkitkan dunia pariwisata secara bertahap. Saat ini yang sedang berjalan adalah pembukaan wisatawan nusantara atau domestik ke Bali. Pembukaan Bali bagi wisatawan domestik ini tentunya harus diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, sehingga langkah ini tidak menimbulkan cluster Covid-19 baru.

Pembukaan pariwisata Bali bagi wisatawan domestik merupakan bentuk sinergitas kebijakan Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah. Perlu menjadi catatan bahwa hingga saat ini masih berlaku peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk ke Wilayah Negara Republik Indonesia.

Di sisi lain, belum semua kebijakan negara di dunia yang memperbolehkan warganya untuk berwisata keluar negeri seiring belum meredanya angka penularan Covid-19.

“Kebijakan pembukaan pariwisata Bali yang aman berdasarkan protokol Kesehatan bagi wisatawan domestik yang saat ini berlangung merupakan upaya pemulihan pariwisata dan perekonomian masyarakat Bali. Relaksasi ini tentunya harus diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan konsisten” jelas Wawan.

Wawan mengingatkan pariwisata Bali yang kembali dibuka bagi wisatawan domestik perlu dilaksanakan secara selektif dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat. Upaya ini dilaksanakan mengingat Bali merupakan ikon pariwisata Indonesia dan internasional, sehingga upaya pemulihan pariwisata tidak boleh mengalami kegagalan karena akan berimplikasi besar bagi reputasi Bali maupun Indonesia.

BIN mengajak semua pihak untuk optimis dan bersinergi menghadapi pandemi Covid-19. Situasi krisis akibat Pandemi Covid-19 bukanlah akhir dari segalanya namun tapal batas untuk terus melakukan inovasi dan terobosan yang tidak linier. Sebagai salah satu terobosan di era Pandemi Covid-19, Kebijakan pemulihan sektor pariwisata aman berdasarkan protokol kesehatan membutuhkan dukungan dari segala pihak baik pelaku pariwisata, masyarakat, pemangku adat, tokoh agama, jurnalis hingga wisatawan itu sendiri. Dengan kembalinya denyut nadi pariwisata domestik yang aman berdasarkan protokol Kesehatan, diharapkan mampu menepis anggapan bahwa Bali bukanlah surga yang hilang.

Konspirasi kemunculan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terus mendapat perhatian publik. Tidak hanya mendukung organisasi yang diinisiasi Din Syamsuddin saja, tetapi juga berbagai penolakan terus mengalir dari sejumlah kelompok masyarakat. Bukan hanya persoalan kekuasaan saja, KAMI dituding menghambat kinerja Pemerintah dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19. Hal itu didasarkan dari berbagai sentimen negatif yang diarahkan KAMI kepada Presiden Joko Widodo.

Tidak tinggal diam dan khawatir penggiringan opini KAMI dapat memprovokasi masyarakat, Koalisi Anti Fitnah, Intoleransi dan Radikalisme menilai bahwa kehadiran KAMI hanya akan memecah belah bangsa saja. Koordinator Aksi, Andre, mengatakan bahwa KAMI hanya akan menggerogoti Pemerintah saja, tetapi juga akan mengganggu berbagai usaha yang dilakukan Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan pandemi beserta dampaknya.

“KAMI hanya akan memecah belah bangsa serta mengganggu upaya Pemerintah dalam penanggulangan pandemi COvid-19. Padahal semua daerah juga sedang berusaha membangkitkan ekonomi sejak dihantam pandemi,” ujar Andre.

Selain itu, Andre, menyebut KAMI hanya sebagai kelompok politik yang berusaha merebut kekuasaan saja. Hal itu dapat dianalisa dari sejumlah tokoh yang tergabung dalam kelompok itu. “KAMI hanyalah gerakan politik berkedok moral yang dilakukan segelintir orang yang mengaku dari golongan tokoh nasional,” katanya.

Penolakan terhadap aktivitas KAMI juga muncul di wilayah Ponorogo. Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ponorogo, M. Kharis Albustomy, mengatakan bahwa hadirnya KAMI hanya akan membuat kekacauan dan mengganggu Pemerintah dalam penanganan Covid-19. “organisasi KAMI muncul di tengah Pemerintah berjuang dalam upaya menanggulangi penyebaran wabah Covid-19 khususnya dalam bidang percepatan ekonomi. Sayangnya bukan seruan moral yang diangkat namun lebih pada tendensi politik,” ujar Kharis.

Lebih lanjut, ia mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dan menolak berbagai macam provokasi yang disuarakan oleh KAMI karena hanya akan membuat masyarakat apatis kepada Pemerintah. Padahal, kata Kharis, yang dibutuhkan saat ini untuk menanggulangi pandemi yakni dukungan dan kepedulian dari masyarakat agar berbagai kebijakan yang dipilih Pemerintah untuk menghadapi Covid-19 dapa berjalan. (JD)

Oleh : Zakaria )*

Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mula melebarkan sayap dengan mengadakan deklarasi juga di daerah. Aksi mereka makin memusingkan karena bisa menghasut masyarakat untuk antipati terhadap pemerintah. Efeknya, penanganan corona bisa terhambat karena masyarakat tidak mau diajak bekerja sama dan melanggar peraturan.

Dalam deklarasi KAMI 18 agustus lalu, KAMI mengeluarkan 8 tuntutan untuk pemerintah. Memang ada sebagian masyarakat yang tak bersimpati. Namun ada yang masih awam dan malah ikut terprovokasi, lalu kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Semua ini karena semua tokoh KAMI mengaku ingin selamatkan Indonesia tapi hanya bisa menghujat.

Dalam deklarasi tambahan di daerah, maka KAMI mencari simpatisan dengan alasan ingin menyelamatkan Indonesia. Padahal yang sebenarnya adalah mereka mencari kader baru untuk menghujat pemerintah. Deklarasi di daerah juga dkhawatirkan jadi klaster corona baru.

Memang kehadiran KAMI tak terlalu memberi efek di bidang politik. Namun ketika mereka terus menjelek-jelekkan pemerintah, akan mempengaruhi kinerja tim satgas covid-19 dalam menangani efek corona. Masyarakat akan percaya bahwa pemerintah kurang bisa menangani pandemi, akhirnya jadi malas untuk menaati protokol kesehatan, karena dirasa percuma.

Padahal ledakan pasien covid-19 adalah hasil dari menurunnya kedisiplinan masyarakat dalam menaati protokol kesehatan. Mereka makin malas pakai masker karena merasa pemerintah tidak berjasa dalam menangani corona. Para anggota KAMI juga ada yang tak pakai masker saat deklarasi. Hal ini miris karena mereka menuduh pemerintah tapi juga melakukan kesalahan.

KAMI sedang mencuci otak masyarakat dalam pidatonya. Dalam 8 tuntutan, isinya mencerca pemerintah yang tak menjalankan demokrasi dengan baik. Secara tidak langsung jadi menuduh pemerintah pro sayap kiri. Apalagi Presiden sering bekerja sama dengan RRC yang paham politiknya beda dari Indonesia. Padahal kerja sama tak ada hubungannya dengan aliran politik.

Pemerintah jadi dituduh terpengaruh aliran politik mereka. Kaum awam bisa bilang bahwa corona hanya konspirasi dari Wuhan. Jika tuduhan ini terus didengungkan di media sosial, maka akan banyak orang yang percaya. Karena sebuah berita yang salah jika disiarkan tiap hari, bisa terdengar sebagai kebenaran. Hal ini fatal karena mereka bisa jadi pasien corona berikutnya.

Begitu pula dengan vaksin corona. Karena ia adalah hasil penelitian oleh Ilmuwan Indonesia dengan asing, imunisasnya malah diharamkan. Vaksin juga dibilang mengandung babi. Padahal pemerintah membuat vaksin halal, tak mungkin menipu rakyat. Semua berawal dari KAMI yang menganggap pemerintah pro pengusaha asing. Semua yang berbau asing jadi dianggap nista.

Saat pemerintah sudah berusaha mengatasi efek pandemi covid-19 dengan memberikan bantuan sosial, namun masyarakat yang terpengaruh dengan ocehan KAMI malah merasa jumlahnya kurang. Memang nominal 600.000 rupiah tidak sampai UMK, tapi lebih baik daripada tidak menerima bantuan sama sekali.
Bantuan sosal itu juga diberi hingga 4 bulan.
Ada pula yang antipati terhadap pemerintah lalu paket bansos berisi sembako dijual lagi. Penanganan corona terganggu karena mereka keluar rumah untuk menjual beras dan tidak mematuhi protokol kesehatan. Malah bisa berpotensi menularkan corona. Pemerintah sudah memperhitungkan pemberian beras itu untuk konsumsi sebulan, agar tak sering keluar rumah.

Sebagai tokoh senior, seharusnya para anggota KAMI mampu menjaga mulut dan tidak asal bicara. Karena rakyat yang menonton pidato mereka sedikit banyak bisa terpengaruh dan jadi berbalik memusuhi pemerintah. Akibatnya penanganan corona jadi terganggu, karena masyarakat merasa lelah dengan semua protokol kesehatan lalu melanggar seenaknya.

Jangan percaya terhadap omongan seseorang sebelum membuktikannya. Tuduhan KAMI sangat tidak berdasar karena pemerintah sudah mengurus negara dengan sangat baik. Alih-alih menyelamatkan Indonesia dengan jadi relawan di RS, mereka malah memprovokasi rakyat untuk membenci pemerintah.

)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor