Oleh : Muhammad Yasin )

Paham radikal merupakan virus berbahaya yang dapat mengincar siapa saja, termasuk anak-anak. Doktrinasi radikalisme pada anak-anak dapat mengancam masa depan bangsa, sehingga diperlukan kewaspadaan semua pihak.

Mungkin sejauh ini masih tidak sedikit orang yang berpikir bahwa paham radikal hampir tidak mungkin disebarluaskan pula ke anak-anak, namun nyatanya seperti dikatakan oleh Brigjen Ahmad Ramadhan selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri bahwa Densus 88 mendapati puluhan anak di bawah umur yang berusia sekitar 13 tahun yang tergabung dalam kelompok Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatera Barat.

Para anak tersebut telah dibaiat atau disumpah untuk tetap setia kepada kelompok itu dengan cara dicuci otaknya. Kemudian yang lebih membuat prihatin lagi, ternyata perekrutan anggota NII bukan hanya tidak memandang usia saja, namun juga sama sekali tidak memandang batasan jenis kelamin. Jadi beberapa diantara sekitar 77 anak juga terdapat anak-anak perempuan di dalamnya.
Fakta lebih lanjut dikemukakan oleh Brigjen Ahmad Ramadhan bahwa ternyata ratusan diantara anggota NII saat ini telah mengikuti ajaran kelompok radikal tersebut bahkan sejak usia mereka belasan tahun.

Tentu hal ini tidaklah bisa dibiarkan begitu saja. Maka dari itu pihak Polri langsung melakukan langkah cepat untuk menjalin koordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Tidak bisa dipungkiri pula bahwa sebenarnya proses perekrutan dari NII ini bisa dikatakan terstruktur dengan cukup baik dan rapi serta sistematis pula. Justru hal ini yang menjadi tantangan bagi kita semua demi bisa melawan dan mencegah kelompok-kelompok radikal seperti ini terus berkembang di Indonesia lantaran bisa saja mereka memiliki ancaman untuk menyebarkan teror.

Andaikata memang mereka memiliki keinginan yang begitu kuat untuk bisa mengubah ideologi negara, yakni Pancasila menjadi ideologi yang lain dan kemudian melakukan segala cara supaya hal tersebut bisa terlaksana, maka bukan tidak mungkin terorisme akan semakin menyebar luas dan tentunya semangat Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI akan terancam. Pasalnya ternyata jaringan NII yang berada di Sumatera Barat ini juga saling memiliki afiliasi dengan kelompok teroris yang berada di Jakarta, Jawa Barat serta Bali.

Bahkan kekhawatiran ini bukanlah tanpa sebab lantaran dalam penangkapan yang telah dilakukan oleh pihak Densus 88, telah ditemukan sejumlah barang bukti seperti senjata tajam berupa pisau karimbit, golok, sangkur, kapak hingga pisau cutter. Bayangkan seperti apa jadinya bila ajaran-ajaran radikal seperti itu meracuni pola pikir anak-anak generasi penerus bangsa yang seharusnya bisa belajar dengan jauh lebih baik dan memiliki teman serta pergaulan luas namun harus diracuni paham kelompok radikal.

Mirisnya lagi biasanya ajaran-ajaran seperti itu bukan hanya melulu berdasarkan pergaulan atau lingkungan luar saja, namun justru berasal dari lingkungan terdekat sang anak, yakni keluarganya sendiri. Banyak sekali ditemukan paham radikal yang dianut oleh anak ternyata merupakan turunan dari orang tuanya. Maka dari itu kita semua harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan kita.

Doktrinasi radikalisme pada anak-anak merupakan contoh nyata penyebaran paham anti Pancasila yang menargetkan semua golongan. Orang tua maupun masyarakat luas diharapkan tidak abai dan selalu memantau tumbuh kembang anak. Dengan adanya kepedulian bersama, penyebaran radikalisme diharapkan dapat dicegah.

)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute

Oleh : Abdul Ghofur )*

Radikalisme masih menjadi ancaman utama bangsa Indonesia. Masyarakat pun diminta untuk mewaspadai penyebaran paham radikal kepada kalangan generasi muda, tidak terkecuali anak-anak.

Pernahkah Anda mendengar tentang radikalisme dan terorisme? Kelompok radikal mulai masuk ke Indonesia tahun 1997-1998 dan memanfaatkan orde reformasi yang penuh kebebasan, setelah sebelumnya dikungkung oleh aturan-aturan orde baru. Mereka menyelusup dan makin melebarkan sayapnya serta bergerilya sembari mencari kader-kader baru untuk regenerasi.

Kelompok radikal mencari siapa saja untuk jadi anggotanya, mulai dari manula hingga kaum muda. Sedihnya, belakangan muncul pemberitaan tentang radikalisme di kalangan anak-anak. Sebanyak 15 anak di Makassar sudah terpapar radikalisme. Kabar ini mengejutkan karena kelompok radikal sudah bertindak keji karena dengan sengaja meracuni pikiran bocah-bocah yang masih polos.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Achi Soleman menyatakan bahwa mayoritas anak terpapar radikalisme dari orangtuanya. Mereka sudah ditanamkan paham radikal dalam kehidupan. Saat ini 15 anak tersebut berada di bawah perlindungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Achi Soleman menambahkan, ia bekerja sama dengan banyak pihak. Pertama dengan Densus 88 antiteror yang memang kerjanya memberantas terorisme dan radikalisme. Kedua dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Tugasnya untuk interverensi pendidikan dan layanan kesehatan. Anak-anak itu akan dikembalikan ke sekolah umum dan orangtuanya diedukasi.

Penemuan radikalisme di kalangan anak tentu sangat membuat masyarakat shock. Mereka berpikir, bagaimana bisa para bocah malah sengaja dicekoki ajaran-ajaran radikalisme yang bertentangan dengan Pancasila? Jika anak-anak kecil sudah mengenal radikalisme maka runtuhlah masa depannya, karena yang dipikir hanya jihad, kebencian, dan intoleransi.

Alih-alih bercita-cita jadi dokter, insinyur, atau guru, anak-anak malah bercita-cita untuk jihad ke Suriah atau malah jadi bom pengantin. Jika ini terjadi maka sungguh mengerikan, karena masa depan mereka akan kacau-balau. Seharusnya para bocah didorong agar sukses dan menjadi ‘orang’, bukannya jadi kader radikal yang menyakiti masyarakat sipil.

Ketika banyak anak yang terpapar radikalisme maka harus segera didetokfikasi dan didampingi oleh psikolog. Penyebabnya karena jika tidak segera diatasi maka mereka akan jadi pribadi yang intoleran dan selalu mengunggah isu SARA, bahkan berani mengkafir-kafirkan orang lain. Akan rusaklah bangsa ini ketika bibit generasi muda bertindak melenceng.

Orang tua dari anak tersebut wajib dicokok oleh Densus 88 antiteror jika memang terbukti menularkan paham radikal. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di penjara karena merusak masa depan anaknya sendiri sekaligus membuat calon pemimpin bangsa jadi teracuni oleh radikalisme. Penangkapan harus dilakukan secepat mungkin, karena jika tidak dalam 20 tahun ke depan kita akan punya generasi radikal.

Ketika orang tuanya ditangkap maka anak-anak bisa dilindungi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan statusnya menjadi anak negara. Dengan status ini maka mereka mendapatkan proteksi dan tunjangan untuk hidup, serta bersekolah dan hidup layak tanpa pengaruh buruk dari orang tua yang radikal.

Radikalisme pada kalangan anak wajib diberantas dari hulu ke hilir alias yang disembuhkan tidak hanya anaknya tetapi juga orangtuanya. Dalam 1 rumah harus sama-sama didetoks dari paham radikal agar mereka sadar bahwa itu berbahaya dan bisa merusak masa depan anak.

Masyarakat wajib mewaspadai penyebaran radikalisme di kalangan anak karena jangan sampai banyak yang jadi korban. Anak-anak yang polos harus diselamatkan dari paham radikal dan didetoks agar tidak teracuni oleh radikalisme. Orang tuanya juga harus ditangani dan disadarkan bahwa tindakannya salah.

)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute

Oleh : Zakaria )*

Ketika pasien corona makin banyak, maka orang tua harus waspada. Penyebabnya, sebagian pasien berstatus anak-anak dan mereka tidak mendapatkan vaksin karena belum ada yang untuk usia 18 tahun ke bawah. Orang tua harus super protektif dan berpesan pada anak-anak untuk selalu menjaga protokol kesehatan.

Pandemi belum juga berakhir dan keadaan malah bertambah parah karena ada lonjakan pasien, dari 8.000 jadi 12.000 orang per hari. Kita makin miris karena mereka terinfeksi oleh virus covid-19 karena tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Padahal semua orang wajib untuk memproteksi diri, termasuk anak-anak.

Di ibu kota, ada lonjakan kasus corona pada anak, sampai ada warning agar mereka tidak boleh bermain di luar rumah. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia menyatakan bahwa ada 655 dari 5.582 kasus pada anak usia 6-18 tahun. Sementara pasien balita 244 kasus.

Angka ini tentu mengkhawatirkan karena anak-anak ternyata beresiko tinggi kena corona. Jika mereka terinfeksi virus covid-19 pun berbahaya karena ketika dirawat di RS, tidak bisa ditunggui oleh ibu atau anggota keluarga lain karena beresiko tinggi. Pun ketika isolasi mandiri di rumah, harus dengan protokol kesehatan yang ketat dan memakai masker walau di dalam hunian saja.

Dokter Arun Shah menyatakan bahwa pandemi 2021 beda dengan 2020. Karena tahun ini pasien anak-anak lebih mudah terkena corona. Karena virus memiliki kemampuan melekat yang lebih tinggi, sejak bermutasi ganda, sehingga lebih mudah untuk menyerang para bocah cilik.

Anak-anak lebih rawan kena corona karena mereka beraktivitas lebih banyak di luar daripada orang tua, apalagi sekolah dilakukan secara online. Bisa jadi mereka jenuh di rumah saja lalu main sepeda atau sepatu roda, dan kurang disiplin pakai masker. Dengan aktivitas tinggi tentu membuat tubuh berkeringat, sehingga pengap ketika pakai masker.

Apalagi anak-anak belum diinjeksi karena memang belum diciptakan vaksin untuk manusia di bawah 18 tahun, sehingga belum mendapatkan kekebalan tubuh dari serangan corona. Semoga para ahli menciptakan vaksin untuk usia berapa saja, agar semua orang bisa bebas dari ancaman virus covid-19.

Sebagai orang tua, kita wajib untuk mencegah agar anak tidak terinfeksi virus covid-19. Caranya dengan mengajari mereka untuk mematuhi protokol kesehatan dan pakai masker dengan disiplin.Jika bukan orang tuanya yang membimbing, siapa lagi?

Cara untuk mengajari adalah dengan memberi contoh secara langsung, sehingga orang tuanya juga harus rajin mencuci tangan atau memakai hand sanitizer , menjaga jarak, dan melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat. Pasalnya, proteksi dari vaksin belum ada, maka satu-satunya cara adalah dengan menghindari resiko penularan dengan prokes ketat.

Jangan keluar rumah sembarangan dan jika ingin membeli snack cukup pesan via ojek online. Sediakan banyak cemilan dan bahan makanan di dapur, sehingga tidak sedikit-sedikit keluar rumah untuk berbelanja. Mereka juga wajib diberi pengertian agar bermain di rumah saja, jangan berlarian di lapangan seperti biasanya, karena pandemi masih menggila.

Selain itu, anak-anak juga wajib makan makanan bergizi, 4 sehat 5 sempurna. Jika mereka malas makan sayur dan buah maka bisa dibuatkan jus agar lebih mudah dikonsumsi. Berikan juga multivitamin dan susu sapi agar imunitasnya lebih tinggi.

Lebih baik mencegah anak-anak kena corona daripada mengobati mereka, karena virus covid-19 telah bermutasi menjadi lebih ganas. Anak-anak ‘dikurung’ di dalam rumah demi kebaikan mereka sendiri, karena kenyataannya di luar sana keadaannya masih rawan.

)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor