22/5/2023

Balonpres  Tak Punya Gagasan Besar Memprihatinkan

Ketika seorang bakal calon presiden (Balonpres) Pilpres 2024, Anies Baswedan (AB) misalnya, mempersoalkan hal-hal kecil atau remeh-temeh. Salah satu di antaranya membanding-bandingkan kinerja Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), itu sekaligus menyampaikan pesan kepada publik bahwa dirinya (AB) tidak percaya diri dan tidak mandiri di dalam berfikir dan bertindak sebagai Baloncapres. Memprihatinkan. Mengapa? 

Memperbincangkan hal yang remeh-temeh, menunjukkan dirinya sangat lemah dari sudut leadershipmanagerial dan kemandirian. Sebab, seorang kandidat Balonpres yang akan menjadi presiden mutlak harus memiliki karakter kepemimpinan kukuh, punya management skill yang tegas dan berani serta memiliki kemandirian, tidak di bawah bayang-bayang pengaruh sosok tertentu, SBY misalnya.

Sebab, Baloncapres semacam itu menunjukkan yang bersangkutan tidak punya pemikiran dan gagasan besar tentang Indonesia lima tahun dan yang berdampak ke masa-masa yang akan datang untuk Indonesia Raya, setelah dirinya tidak lagi menjadi presiden. Oleh karena itu, lebih baik bagi AB mulai saat ini mengapresiasi semua kinerja presiden periode sekarang dan yang sebelumnya, sembari menawarkan gagasan besar untuk kesejahteraan rakyat di tengah persaingan global di semua bidang kehidupan manusia. Bukan malah urusin/mewacanakan hal-hal yang menimbulkan polemik tidak produktif.

Balonpres dari Koalisi Perubahan dan Persatuan, AB mengatakan, pembangunan jalan nasional non-tol era kepemimpinan Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih panjang dibandingkan era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perbandingan ini jelas sebagai tindakan framing komunikasi. Mengapa? AB sama sekali tidak mengemukakan perbandingan luas jalan dan kualitas konstruksi bangunan jalan. AB hanya melihat data kuantitatif panjang saja. Dari sudut kualitas bangunan jalan misalnya,  AB tidak menyinggung sama sekali berapa persen panjang jalan tersebut yang bisa jadi sudah rusak (bergelombang, tergenang air dan lumpur di saat musim hujan) sebelum waktunya. AB juga tidak mengemukakan bagaimana derita rakyat dan supir truk dan angkutan umum yang melintas di jalan rusak tersebut. Dengan demikian, jelas AB sangat tidak fair. AB punya agenda politik prakmatis. Padahal, sebagai Balonpres, harus bertindak negarawan dengan menawarkan pemikiran besar.

Jika mau objektif, AB wajib melakukan kajian mendalam dan holistik sebelum menyampaikan perbandingan pembangunan (jalan) ketika pemerintahan SBY dan Jokowi. Bila ditemukan ada ketidaksesuaian dengan rencana anggaran bagunan (jalan rusak), AB harus menjelaskan mengapa sejumlah panjang jalan hancur sebelum waktunya, misalnya, sehingga AB bisa mengemukakan potensi kerugian negara dari pembangunan jalan. Berdasarkan temuan tersebut, bisa saja AB melaporkan ke KPK potensi tindak pidana korupsi atas pembangunan jalan masa pemerintahan tertentu. Dengan demikian, AB bertindak fair dan pro rakyat. 

Selain itu, kalaupun memang AB harus membandingkan, lakukanlah perbandingan yang setara di semua sektor pembangunan fisik dan sosial dari aspek kuantitatif dan kualitatif dengan seperangkat instrumen  yang sudah diuji validitas, reliabilitas dan keabsahan datanya. Jangan sekali-kali melakukan perbandingan seperti pembicaraan di warung kopi. Sebab, AB sudah termasuk seorang yang menjadi Baloncapres, bukan seseorang yang sedang “berkombur” di sebuah lapo tuak.

Balonpres AB yang memuji kinerja Presiden SBY yang saat ini menjadi ketua umum (Ketum) partai yang boleh jadi kelak mendukungnya menjadi Balonpres, disadari atau tidak olehnya, Balonpres AB sama saja memosisikan dirinya sebagai subordinat dari Presiden SBY dan sekaligus berpotensi dimaknai bahwa AB sebagai boneka dari partai yang akan mengusungnya.

Jelas, sosok Balonpres semacam ini ketika kelak menjadi presiden (tentu kalua terpilih), ia sangat-sangat lemah dan cenderung kurang berdaya. Bisa jadi memang seolah-olah diciptakan “berdaya” dengan mengemukakan pesan komunikasi ke ruang publik dengan mengatakan “petunjuk dan atau arahan bapak presiden”. Padahal, semua tindaktanduknya produk kendali dari luar istana. Ia cenderung menempatkan dirinya sebagai wayang yang diarahkan melalui “remote control” oleh dalang di panggung belakang politik. 

Ketika menjadi presiden berkantor di istana, terbuka kesempatan besar tiga pemegang “remote control” di tiga lokasi yang berbeda, bisa jadi dari kawasan proklamasi, gondangdia, dan pasar minggu yang memegang kendali mengarahkan presiden berfikir, berencana, membuat kebijakan, bertindak dan sebagainya. Ia menjadi benar-benar disetir dari tiga lokasi tersebut. Yang membuat dirinya lebih pusing lagi ketika keinginan tiga pemegang “remote control” mengarahkan ke “mata angin” politik yang berbeda. Kesejahteraan rakyat bukan lagi agenda utama, tetapi hanya sebagai akibat ikutan.

Untuk itu siapapun Balonpres, termasuk AB mutlak memiliki dan harus mengemukakan pemikiran dan gagasan besar mewujudkan kesejahteraan rakyat di semua bidang menjadikan negeri ini Indonesia Raya, bukan mewacanakan hal-hal yang remeh-temeh. 

Setidaknya ada lima pemikiran dan gagasan besar yang saya sodorkan kepada para Balonpres, terutama kepada AB yang dapat dilakukan secara simulta untuk kesejahteraan rakyat. Pertama, menawarkan pembangunan, setidaknya berbasis pada teknologi industri 4.0, kalau memungkinkan dengan teknologi industri 6.0. Kedua, membuat kebijakan dan program konkrit menyambut bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia. Ketiga, menawarkan clean economy dengan menggunakan energy baru dan terbarukan. Keempat, menawarkan green economy yaitu industri  dengan efisiensi dan produktivitas yang tinggi serta low emission. Kelima, menawarkan blue economy. Indonesia dengan kekayaan laut dan pantai yang luar biasa, sehingga menghasilkan devisa negara yang sangat besar. Lima pemikiran besar ini harus diturunkan pada level program yang terukur dan menyajikan berbagai strategi merealisasikannya.

Salam, 

Dr. Emrus Sihombing

Komunikolog Indonesia

0812 8689 8015 

Jakarta – Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pembangunan jalan era Presiden Jokowi lebih banyak dibandingkan era SBY. Hal tersebut secara otomatis mematahkan pernyataan Anies Baswedan yang menyebutkan sebaliknya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), selama 9 tahun masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), periode 2014-2020, telah membangun jalan sepanjang 30.613 kilometer (km) atau 5,91 persen dari 517.713 km pada 2014 menjadi 548.366 km pada 2020. Dalam rentang waktu tersebut total penambahan panjang jalan nasional mencapai 592 km dari 46.432 km menjadi 47.024 km. Adapun, jalan provinsi telah bertambah sepanjang 1.317 km menjadi 54.845 km pada 2020 dari total panjang jalan 53.528 km pada 2014. Kemudian, untuk jalan kabupaten/kota dari 417.793 km menjadi 446.497 atau sudah bertambah 28.794 km.

Sementara itu, era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berlangsung pada periode 2004-2014, mampu menambah panjang jalan dengan total 144.825 km atau 38,83 persen dari total panjang nasional 372.928 km pada 2004 menjadi 517.753 km pada 2014. Perinciannya, jalan negara tercatat bertambah 11.804 km, dari 34.628 km pada 2004 menjadi 46.432 km. Kemudian, total panjang jalan provinsi bertambah 13.403 km menjadi 53.528 km dari sebelumnya 40.125 km pada 2004, sedangkan jalan kabupaten/kota bertambah sepanjang 119.618 km menjadi 417.793 km dari 298.175 pada 2004.

Pembangunan infrastruktur jalan memang menjadi prioritas dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode, termasuk pembangunan jalan tol. Pembangunan jalan tol di era Jokowi juga lebih gencar dilakukan dibandingkan dengan era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di era Jokowi mencapai 1.848 kilometer, lima kali lipat lebih luas dibanding era SBY sepanjang 350 kilometer.

Berdasarkan data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat, dalam periode kepemimpinan Jokowi hingga Maret 2023, telah dibangun sepanjang 1.848,1 kilometer jalan tol, atau rata-rata dibangun 264,01 km per tahun. Sebelumnya di akhir 2014, total jalan tol yang beroperasi sepanjang 789,82 kilometer. Sehingga totalnya hingga Maret 2023 sepanjang 2.623,51 kilometer.

“Dalam periode masa kepemimpinan Presiden Jokowi mulai 2014 sampai Maret 2023, telah dibangun 1.848,1 km jalan tol,” kata Kepala BPJT Danang Parikesit dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, belum lama ini.

Danang memaparkan, hingga Maret 2023 terdapat 70 ruas jalan tol operasi yang dikelola oleh 49 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dengan total panjang jalan tol 2.623,51 kilometer. Angka ini tumbuh signifikan dibandingkan akhir 2019 dengan panjang 1.298,3 kilometer. Hingga akhir 2024, ditargetkan akan tersambung jalan tol sepanjang 3.196 kilometer.

Dari total 2.623,51 kilometer jalan tol yang beroperasi tersebut, rinciannya adalah 1.716,15 km beroperasi di Pulau Jawa, 738,46 km di Pulau Sumatra, 97,27 km di Pulau Kalimantan, 61,46 km di Pulau Sulawesi, dan 10,07 km di Pulau Bali dan NTB.

Sedangkan selama kurun waktu Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004 hingga 2014, dari data yang dihimpun tim redaksi, pembangunan jalan tol hanya mencapai 14 ruas dengan panjang sekitar 350 kilometer.

Jalan-jalan tol yang dibangun SBY di antaranya Tol Cikampek-Padalarang sepanjang 58,5 km pada tahun 2005, Jembatan Suramadu sepanjang 5,4 km pada 2009, Tol Kanci-Pejagan sepanjang 35 km pada 2010, Semarang-Solo 73 km pada 2011.

Jakarta – Presiden Jokowi telah mencapai kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Melalui berbagai proyek infrastruktur yang dipercepat seperti pembangunan jalan dan fasilitas pendidikan, pemerintahan Jokowi telah berhasil menciptakan fondasi yang kuat bagi peningkatan SDM negara ini.

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan keseriusan Jokowi dalam merealisasikan pemerataan infrastruktur pendidikan harus diapresiasi. Pada era kepemimpinan Jokowi, upaya untuk menghadirkan perguruan tinggi hingga ke pelosok-pelosok daerah terus digalakkan.

“Sejauh ini memang usaha pemerintah (Jokowi) itu luar biasa. Pembangunan kampus-kampus baru, kemudian peralihan status dari kampus swasta menjadi kampus negeri itu menjadi salah satu bentuk komitmen pemerintah mewujudkan pemerataan pendidikan,” ujar Dedie

Dalam rangka meningkatkan SDM, aksesibilitas menjadi kunci penting. Pemerintahan Jokowi telah menginvestasikan secara besar-besaran dalam pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan jaringan transportasi lainnya. Inisiatif ini telah menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan pusat ekonomi, mempercepat mobilitas, dan memungkinkan akses yang lebih baik ke pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.

Dedie optimistis melalui pendidikan layak yang terus didorong oleh Pemerintahan Jokowi akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) unggul dan berdaya saing global. Sehingga berdampak pada kemajuan Indonesia di masa mendatang.

Di sisi lain, pemerintahan Jokowi telah meluncurkan program pembangunan sekolah, perguruan tinggi, dan pusat pelatihan kejuruan di seluruh negeri. Dengan memperluas akses pendidikan, baik di perkotaan maupun pedesaan, Jokowi berusaha memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Langkah ini penting untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi tenaga kerja Indonesia.

Akademisi Universitas Riau Hermandra mencontohkan di Riau, di mana pembangunan infrastruktur memberikan dampak terhadap pembangunan SDM. “Pembangunan infrastruktur menunjang kenaikan harga produk pertanian yang bisa menyejahterakan para petani,” ujarnya.

Pemerintahan Jokowi telah mengakui pentingnya teknologi digital dalam pembangunan SDM. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya untuk memperluas jaringan internet di seluruh negeri telah menjadi fokus utama. Ini mencakup pengembangan infrastruktur telekomunikasi, penghubungan desa-desa terpencil, dan penyediaan akses internet murah dan cepat. Peningkatan akses infrastruktur digital ini memungkinkan akses lebih luas ke pendidikan online, pelatihan, dan sumber daya digital lainnya, yang secara langsung meningkatkan kualitas SDM.

Melalui inisiatif pembangunan infrastruktur yang terus-menerus, Presiden Jokowi telah menciptakan dasar yang kuat untuk peningkatan SDM di Indonesia. Aksesibilitas yang ditingkatkan, pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan, serta pengembangan infrastruktur digital adalah langkah-langkah penting yang memperkuat SDM negara ini. Dengan terus melanjutkan upaya ini

Jakarta – Anies Baswedan kembali muncul dengan pernyataan kontroversial dengan membandingkan pembangunan infrastruktur era Presiden Jokowi dengan SBY. Pernyataan tersebut mengundang komentar sejumlah pihak karena dianggap tidak berdasarkan data yang akurat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pembangunan jalan nasional yang mencapai 1.385 kilometer dalam kurun waktu 8 tahun terakhir. Tak hanya itu, kualitas infrastruktur tersebut juga semakin baik.

“Berbagai infrastruktur vital meningkat signifikan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Panjang jalan nasional yang sebelumnya tercatat 46.432 kilometer di tahun 2014, meningkat 1.385 kilometer menjadi 47.817 kilometer di tahun 2022,” jelas Sri Mulyani.

Total panjang jalan provinsi dan kabupaten/kota juga meningkat dari 464.280 kilometer menjadi 501.344 kilometer. Kemudian, jalan tol mencatatkan peningkatan sebesar 1.500 kilometer yaitu dari 930 kilometer pada 2014 menjadi 2.499 kilometer pada 2022.

Di sisi lain, program pembangunan di masa pemerintahan Presiden Jokowi tersebut dinilai berdampak terhadap kemajuan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal itu lantaran pembangunan yang dilakukan Jokowi merata di seluruh wilayah Nusantara.

Dengan meningkatnya kesejahteraan petani maka pembiayaan pendidikan yang lebih tinggi dari anak-anak petani sudah bukan lagi kendala. Dengan mengenyam pendidikan tinggi maka lahir generasi muda yang bisa membawa Indonesia jadi lebih baik ke depannya.

Akademisi Universitas Riau Hermandra menyampaikan dengan infrastruktur yang bagus, kenaikan harga jual hasil pertanian pasti akan berimbas pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang paling tinggi.

”Inilah yang dimaksud dengan pembangunan infrastruktur akan berimbas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia,” imbuhnya.

Pembangunan infrastruktur yang digalakkan oleh Presiden Jokowi dari awal menjabat hingga saat ini sangat menguntungkan masyarakat hingga negara Indonesia dalam jangka panjang. Di mana bisa melancarkan mobilisasi berbagai komoditas barang dan jasa, meningkatkan konektivitas, menggerakkan ekonomi hingga meningkatkan kualitas SDM.

“Melihat pembangunan infrastruktur tidak bisa hanya diukur dari kebermanfaatan jangka pendek, namun jangka panjang. Pemerintah dalam hal ini yang penting koneksivitas antar masyarakat semakin lancar. Dengan pembangunan yang massif ini,” katanya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai berhasil mendorong pemerataan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Keberhasilan Jokowi mendorong pembangunan SDM di wilayah Indonesia Timur mendapat banyak apresiasi.

Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Maluku Utara, Chairullah Amin mengatakan, sejak era pemerintahan Jokowi, pertumbuhan IPM di wilayah timur terus naik dari tahun ke tahun. Jokowi dinilai sukses mendorong peningkatan kualitas SDM di Indonesia Timur.

“Secara langsung pembangunan yang terkait dengan SDM telah berhasil dilakukan pemerintahan Jokowi. Bahwa indeks pembangunan kita terus naik, dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,” ujar Chairul.

Chairul menyebut, peningkatan IPM di daerah timur Indonesia mengalami peningkatan karena pemerintah memberikan anggaran cukup besar untuk peningkatan SDM. Sehingga mendorong kemajuan di sektor-sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.

“Daerah, provinsi, kabupaten/kota di Indonesia Timur mengalami peningkatan IPM. Pemerintah memberikan anggaran cukup besar di sektor pendidikan, kesehatan yang berkontribusi terhadap peningkatan infrastruktur pendidikan dan kualitas belajar mengajar,” katanya.

Sedangkan, Presiden Jokowi menyiapkan anggaran sebesar Rp 608,3 triliun untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam RAPBN 2023. Jokowi juga akan meningkatkan sektor pendidikan untuk SDM yang berkualitas.

“Kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global dengan tetap mengamalkan nilai-nilai Pancasila, berakhlak mulia, dan menjaga jati diri budaya bangsa,” ucap Presiden Jokowi.

“Pemerintah juga berkomitmen untuk memperkuat investasi di bidang pendidikan, antara lain dengan mendukung perluasan program beasiswa, pemajuan kebudayaan, penguatan perguruan tinggi kelas dunia, dan pengembangan riset dan inovasi,” lanjutnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), melontarkan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai lebih mementingkan pembangunan infrastruktur dibandingkan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

“Sudah sepatutnya mengutamakan pembangunan manusia, dibandingkan pembangunan yang sifatnya serba benda. Pembangunan infrastruktur itu penting, dibutuhkan tapi jangan sampai menomor sekiankan pembangunan manusia,” kata AHY dalam puncak perayaan milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera, Sabtu (20/5/2023).

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hanya memikirkan program pembangunan infrastruktur.

AHY menyatakan bahwa fokus pembangunan pemerintah tidak boleh mengesampingkan pembangunan SDM. Indeks pembangunan manusia dinilai perlu terus untuk ditingkatkan seiring dengan pembangunan infrastruktur.

Faktanya, Indeks pembangunan manusia (IPM) pada masa pemerintahan Jokowi terus meningkat dari tahun ke tahun.

Wakil Rektor II Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Suprapto mengapresiasi langkah yang ditempuh oleh Jokowi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Menurutnya, kemajuan sebuah bangsa dipengaruhi tidak hanya oleh infrastruktur tapi juga kualitas SDM-nya.

“Saya percaya dan sangat yakin program Pak Jokowi untuk meningkatkan SDM dan infrastruktur luar biasa, itu pasti akan membuat fondasi untuk menuju Indonesia Emas 2045 Insya Allah akan tercapai,” ujar Suprapto.

Suprapto menyatakan, dengan program pembangunan infrastruktur dan SDM yang digencarkan oleh pemerintahan Jokowi memiliki fondasi yang kuat untuk menciptakan Indonesia Emas tahun 2045.

“Insya Allah saya melihat fondasinya cukup kuat, memang dasar utama untuk menuju Indonesia Emas 2045 adalah infrastruktur dan SDM unggul,” jelasnya.

Bersamaan dengan hal itu, Presiden Jokowi kembali memfokuskan APBN 2023 untuk terus membangun infrastruktur di seluruh Indonesia dan meningkatkan SDM bangsa.

“Kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang produktif, inovatif, dan berdaya saing global dengan tetap mengamalkan nilai-nilai Pancasila, berakhlak mulia, dan menjaga jati diri budaya bangsa,” ucap Presiden Joko Widodo.

Seperti diketahui, Indeks pembangunan manusia (IPM) menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Terdapat 3 dimensi yang membentuk IPM yaitu adalah umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.

Melansir data Badan Pusat Statistik, tren IPM pada masa pemerintahan Presiden Jokowi tercatat terus mengalami peningkatan. Pada tahun pertama jabatannya di 2014, tingkat IPM nasional tercatat 68,9 persen. Catatan itu berhasil ditingkatkan pada 2015 menjadi 69,55 persen pada 2015 dan 70,18 persen pada 2016.

Jokowi terus meningkatkan IPM nasional pada 2017 menjadi 70,81 persen, dan 71,39 persen pada 2018, serta 71,94 persen pada akhir masa jabatan periode pertamanya pada 2019. Setelah secara konsisten meningkatkan IPM pada 5 tahun pemerintahan pertamanya, Jokowi melanjutkan peningkatan IPM pada 2020 menjadi 71,94 persen dan pada 2021 menjadi 72,29 persen, serta 72,91 persen pada 2022.

Presiden Joko Widodo memiliki komitmen kuat untuk membangun kualitas generasi muda melalui pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) hingga infrastruktur. Hal tersebut dinilai menjadi salah satu cara untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Terkait hal tersebut, Wakil Rektor II Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Suprapto memuji langkah yang telah ditempuh Presiden Jokowi. Dia menilai bahwa infrastruktur dan SDM menjadi pondasi kuat untuk kemajuan bangsa.

“Saya percaya dan sangat yakin program Pak Jokowi untuk meningkatkan SDM dan infrastruktur luar biasa, itu pasti akan membuat fondasi untuk menuju Indonesia Emas 2045 Insya Allah akan tercapai,” tuturnya

Kemudian, Suprapto menjelaskan jika Indonesia Emas 2025 optimis dapat terealisasi jika gagasan yang dibangun oleh Presiden Jokowi dapat dilanjutkan. Hal ini lantaran pondasi yang telah dibangun kepala negara tersebut telah cukup kuat.

“Insya Allah saya melihat fondasinya cukup kuat, memang dasar utama untuk menuju Indonesia Emas 2045 adalah infrastruktur dan SDM unggul,” tuturnya

Senada, Aktivis Kepemudaan Nasional Chrisman Damanik mengungkapkan bahwa sejak awal Pemerintahannya, Presiden Jokowi benar-benar sangat serius dalam meningkatkan kualitas SDM.

“Beliau bekerja dari hati untuk Indonesia masa depan yang betul-betul diperhitungkan di dunia. Kepemimpinan beliau merepresentasikan kehendak rakyat,” ucapnya

Aktivis Pemuda Nasional itu menambahkan bahwa figur Presiden Jokowi juga lekat dengan pembangunan infrastruktur. Dengan adanya pembangunan masif infrastruktur itu, masyarakat dapat dengan mudah beraktivitas.

“Ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam menunjang mobilitas orang dan barang. Periode kedua Jokowi membangun SDM. Keduanya akan membawa pada kemajuan,” katanya

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi kembali memfokuskan APBN 2023 untuk terus membangun infrastruktur di seluruh Indonesia dan meningkatkan SDM bangsa.

Tidak hanya itu, dari total anggaran Rp3.061,2 triliun, alokasi untuk membangun SDM unggul dan produktif mencapai Rp 612,2 triliun. Sementara untuk infrastruktur sebesar Rp392,2 triliun.

**

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), melontarkan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai lebih mementingkan pembangunan infrastruktur dibandingkan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Putra dari Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) ini menyatakan bahwa fokus pembangunan pemerintah tidak boleh mengesampingkan pembangunan SDM. Indeks pembangunan manusia dinilai perlu terus untuk ditingkatkan seiring dengan pembangunan infrastruktur.

Faktanya, data Badan Pusat Statistik, tren IPM pada masa pemerintahan Presiden Jokowi tercatat terus mengalami peningkatan. Catatan IPM nasional terus meningkatkan tiap tahunnya. Pada tahun pertama jabatannya di 2014, tingkat IPM nasional tercatat 68,9 persen.

Catatan itu berhasil ditingkatkan pada 2015 menjadi 69,55 persen pada 2015 dan 70,18 persen pada 2016. Kendati tidak meningkat secara signifikan, Jokowi terus meningkatkan IPM nasional pada 2017 menjadi 70,81 persen, dan 71,39 persen pada 2018, serta 71,94 persen pada akhir masa jabatan periode pertamanya pada 2019.

Setelah secara konsisten meningkatkan IPM pada 5 tahun pemerintahan pertamanya, Jokowi melanjutkan peningkatan IPM pada 2020 menjadi 71,94 persen dan pada 2021 menjadi 72,29 persen, serta 72,91 persen pada 2022.

Sementara itu, berdasarkan data human development report yang dirilis United Nation Development Programme (UNDP) pada 2021, Indonesia masih termasuk dalam negara dengan pembangunan manusia yang menengah dengan peringkat 114.

Namun, laporan UNDP tersebut menjelaskan bahwa, tren IPM Indonesia sejak 2010–2021 mengalami capaian yang cukup baik. Capaian IPM Indonesia berhasil naik 3 peringkat pada periode tersebut.

Jakarta – Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mantan Gubernur DKI Jakarta yang juga Capres Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritik pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritik Jusuf Kalla, Anies dan AHY terhadap Presiden Jokowi disampaikan bersama-sama pada acara puncak perayaan Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Minggu (21/5), di Istora Senayan, Jakarta Pusat.

Jusuf Kalla, mengatakan Presiden Jokowi lebih sibuk membangun jalan tol dan kurang memperhatikan jalan tidak berbayar (non-tol). Meski telah berhasil membangun 2.600 KM jalan tol hingga 9 tahun masa pemerintahannya, tapi pembangunan jalan biasa masih belum mendapat perhatian.

“Di lain pihak kita bangga sudah bikin jalan tol sepanjang itu (2.600 KM), tapi masih ada sekitar 170.000 KM jalan yang rusak. Artinya hanya orang mampu saja yang bisa pakai karena bayar. Tapi jalan yang dilalui oleh rakyat kecil, rusak tidak diperbaiki,” kata Jusuf Kalla saat menyampaikan pidatonya.

Hal senada juga sampaikan Anies bahwa di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak sekali pembangunan jalan tidak berbayar yang dikerjakan. Jika dihitung, lebih banyak dari yang dibangun era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Jalan tak berbayar yang dibangun adalah sepanjang 144.000 km atau 7,5 kali lipat. Di era SBY, pembangunan jalan nasional mencapai 11.800 KM. Sementara era Jokowi baru 590 km. Jumlah itu 20 kali lipat dari apa yang dikerjakan SBY,” kata Anies.

Sementara di tempat yang sama, AHY juga mengungkapkan bahwa Jokowi hanya mementingkan pembangunan infrastruktur, sementara untuk pembangunan SDM dinomorduakan. Padahal hal itu bisa memberikan dampak positif bagi pembangunan lainnya. Karena kemajuan SDM dinilai menjadi kunci sebagai negara maju.

“Pembangunan infrastruktur itu memang penting dan dibutuhkan, tapi pembangunan manusia jangan dinomorduakan. Jika kita bisa tingkatkan pembangunan SDM yang berkualitas, maka negara itu juga akan maju,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit mengatakan pada 2004-2014 pemerintahan SBY, total panjang jalan bertambah 144.825 KM (38,83 persen). Sementara itu, untuk pemerintahan Presiden Jokowi sampai Mei 2023 ini, telah menambahkan jalan nasional sepanjang 28.363 KM.

Untuk jalan tol di era Presiden SBY, jalan tol yang dibangun oleh pemerintah dan atau swasta di Indonesia telah mencapai 927,53 km. Dari total tersebut, sepanjang 38 km dibangun oleh pemerintah dan 888 km dibangun swasta. Sementara sejak menjabat sebagai Presiden di 2014, Jokowi secara rata-rata telah membangun jalan tol sepanjang 264 KM setiap tahunnya.

“Sejak 2014, selama 7 tahun masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah dibangun 1.848,1 km, atau rata-rata 264,01 km per tahun. Hingga Maret 2023 terdapat 70 ruas jalan tol operasi yang dikelola 49 badan usaha jalan tol (BUJT). Jokowi masih punya tugas menyelesaikan tambahan jalan tol baru sekitar 572,5 KM sampai 2024 mendatang. Jadi Presiden Jokowi unggul dibanding Presiden SBY. Pemerintah SBY hanya membangun jalan tol 927,53 KM sedangkan Jokowi selama 7 tahun menjabat berhasil membangun 1.848,1 KM,” pungkas Danang. [*]

Jakarta – Kritik yang menyatakan bahwa pembangunan jalan di era SBY lebih banyak dbandingkan era Jokowi. Kritik tersebut salah satunya disampaikan oleh Capres Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) Anies Baswedan pada acara Milad PKS ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Minggu (21/5), di Istora Senayan, Jakarta Pusat.

Pernyataan Anies tersebut mendapat tanggapan dari sejumlah pihak, diantaranya adalah Tenaga Ahli Utama KSP, Ade Irfan Pulungan dan Ketua Harian Nasional DPP Partai Perindo, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi.

Pihak Kantor Staf Presiden (KSP) menanggapi pernyataan Anies Baswedan yang membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi).

Tenaga Ahli Utama KSP Ade Irfan Pulungan mengatakan perbandingan yang disampaikan Anies menegaskan bahwa sudut pandangnya parsial dan tidak melihat secara keseluruhan.

“Siapapun presidennya, semua pembangunan yang dilakukan pemerintahan harus dilihat sudut pandangnya. Ini sebagai bagian dari membangun Indonesia dan mensejahterakan rakyat. Cara berpikirnya seharusnya seperti itu, jangan parsial (sebagian). Harusnya kita ingin sama-sama membangun republik ini dari Sabang sampai Merauke, dari pulau Rote sampai Miangas begitu,” ujar Ade, di Jakarta.

Selama pemerintahan Jokowi banyak pembangunan infrastruktur, termasuk jalan tol. Meski berbayar tapi membantu ekonomi rakyat dan kalangan pelaku usaha yang membutuhkan konektivitas antar wilayah dengan cepat. Pengiriman barang dari satu provinsi ke provinsi lain bakal berlangsung lebih cepat dengan adanya jalan tol.

“Pengguna jalan kan biasa siapa saja, apakah masyarakat umum atau kebutuhan bisnis. Nah kalau kebutuhan bisnis tentu perlu kecepatan waktu kan, dia menghubungkan dari satu tempat ke tempat lainnya,” jelasnya.

Sementara itu di tempat yang berbeda, mantan Gubernur NTB yang juga Ketua Harian Nasional DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengingatkan Anies Baswedan agar menyampaikan data secara menyeluruh dan akurat.

“Saya menyimak pidato Anies. Pidatonya menarik, salah satunya adalah beliau mengkomparasikan pembangunan jalan tidak berbayar pada masa SBY dan Pak Jokowi,” katanya.

TGB menambahkan dalam kapasitasnya sebagai capres, Anies seharusnya adil dalam menyampaikan data kepada publik. Tidak hanya sebatas menggiring opini publik, meraih simpati untuk kepentingan politik personal.

“Kalau fair dan apa adanya beliau seharusnya menyebutkan pada masa Presiden Jokowi ada lebih dari 316 ribu km jalan yang dikerjakan, yang tidak terbangun pada masa sebelumnya. Mestinya sebagai capres beliau memaparkan data secara utuh,” pungkas TGB. [*]