suaratimur.id – Setelah beberapa aksi gangguan dan tindakan kejam yang mengakibatkan korban jiwa dari masyarakat sipil, modus untuk mengangkat eksistensi oleh kelompok separatis kembali dilakukan. Kali ini melalui sebuah catatan panjang di akun media sosial Facebook yang mengatasnamakan Juru Bicara (Jubir) Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Ones Suhunyiap.

Dalam catatan tersebut, secara provokatif dirinya menyatakan bahwa kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) dan Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) merupakan praktek kolonialisme Indonesia di West Papua. Dijelaskan secara panjang lebar mulai dari sejarah kolonialisme, kecenderungan kolonialisme di beberapa negara, macam-macam kolonialisme, hingga tujuan kolonialisme. Sayangnya, dari rentetan kalimat tersebut tak disebut secara spesifik korelasi kebijakan Otsus dan DOB dengan kolonialisme di Indonesia yang dimaksud. Di akhir catatan tersebut hanya menyebut bahwa selama hampir 60 tahun, Indonesia hanya ingin mempertahankan eksistensinya dan kini melaksanakan kebijakan Otsus serta mengesahkan UU DOB.

Berdasarkan tulisan tersebut, nampaknya sang penulis tak mampu menunjukkan kecenderungan kolonialisme yang terjadi di Indonesia seperti yang dituduhkan, terutama berkaitan dengan kebijakan Otsus dan DOB. Secara panjang lebar tulisan tersebut hanya menjelaskan definisi kolonialisme secara umum, tanpa bisa mengurai secara detail dalam konteks yang terjadi di Papua.  

Papua Sah Bagian dari Indonesia

Untuk menelaah tulisan tersebut perlu diurai secara parsial. Dimulai dari perjalanan waktu, Papua adalah provinsi paling bungsu yang bergabung dengan Indonesia di tahun 1969. Masyarakat Papua resmi menjadi WNI setelah diadakan Pepera (Penentuan pendapat rakyat) dimana mayoritas ingin ikut Indonesia daripada Belanda. Jika dalam catatan tersebut lebih menjelaskan definisi kolonialisme, maka penting juga menjelaskan seluk beluk adanya organisasi seperti OPM di Papua yang ngotot ingin merdeka. Beberapa penyebabnya antara lain, Pertama, mereka tidak mempercayai hasil Pepera, karena termakan provokasi pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai Papua. Kedua, mereka merasa Papua sedang dijajah oleh Indonesia. Padahal masyarakat di Bumi Cendrawasih secara sukarela bergabung menjadi WNI, mereka tidak merasa dijajah oleh pemerintahan pusat.

Untuk memperkuat hal tersebut, Putra dari tokoh Papua Dortheys Eulay (alm), Ondo Yanto Eulay pernah menceritakan kronologis Pepera. Dimana setelah ada hasil yang keluar, langsung diserahkan ke Sekjen PBB, lalu disahkan oleh Dewan PBB. Dengan begitu, Papua sah menjadi bagian dari Indonesia. Dalam konteks hukum internasional, seluruh bekas jajahan Belanda di nusantara menjadi bagian dari Indonesia. Maka ketika terdapat pihak yang menggugat kemerdekaan Papua, maka sama saja ia menentang hukum internasional dan juga Dewan PBB.

Lalu telaah kedua, bagaimana bisa Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua atau OPM berpikir bahwa Papua dijajah oleh Indonesia sehingga mereka ingin mendirikan Republik Federal Papua Barat. Logikanya, jika Papua dijajah, tidak akan ada infrastruktur megah seperti Jembatan Youtefa, Jalan Trans Papua, atau tol laut yang akan menolong warga dalam memperoleh sembako dengan lebih mudah. Namun jangan harap logika tersebut muncul dalam pergerakan kelompok tersebut. Mereka bahkan seperti kehilangan akal dengan menuduh seenaknya hanya untuk menunjukkan eksistensi dalam kondisi tersudut ruang geraknya pasca pengesahan UU DOB.

Sedikit flashback, bahwa salah satu pemicu munculnya drama kemerdekaan Papua terjadi lagi ketika beberapa waktu lalu seorang tokoh separatis Benny Wenda memplokamirkan kemerdekaan Papua. Padahal saat itu posisinya ada di London, sehingga tak memiliki dasar hukum. Disamping itu, pihak OPM justru mengeluarkan mosi tidak percaya dengan klaim Wenda sebagai Presiden sementara ULMWP. Sebuah paradoks diantara kedua belah pihak memperebutkan kekuasaan semu. Untuk diketahui bahwa Benny Wenda telah kehilangan status WNI dan saat ini telah menjadi warga negara Inggris. Sehingga klaim sepihak sudah pasti tidak sah di mata hukum internasional.

Adanya perseteruan diantara kelompok separatis semakin menunjukkan bahwa keberadaan mereka mudah terpecah-belah. Masyarakat Papua sudah seharusnya tidak mempedulikan kehebohan yang mereka buat sendiri, karena kenyatannya lebih banyak yang cinta negara Indonesia. Masyarakat Papua memahami bahwa sejak dulu mereka adalah bagian dari Indonesia. Saat perhelatan sumpah pemuda, terdapat dua orang perwakilan dari Jong Papua yang datang jauh-jauh ke Jawa demi menghadiri acara tersebut. Sehingga sejak 1928 para pemuda Papua sebenarnya telah menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Indonesia.

Tak ada yang mampu merusak keutuhan Papua, meski kelompok separatis terus bergerilya. Mereka bisa saja mengklaim kemerdekaan, hanya saja tidak sah di mata hukum internasional. Justru tindakan itu menjadi hal yang memalukan karena menunjukkan nafsu berkuasa belaka. Papua sah menjadi bagian dari Indonesia, baik menurut hukum nasional maupun internasional. Jangan ada yang menyinggung tentang kemerdekaan Papua. Karena kebanyakan yang memantik isu adalah orang asing. Sementara warga sipil di Bumi Cendrawasih kenyataannya tidak mau berpisah dari Indonesia.

Kebijakan Otsus dan Pemekaran DOB Dorong Kesejahteraan Masyarakat Papua

Tuduhan yang dilontarkan juru bicara KNPB terhadap dua kebijakan besar pemerintah terhadap masyarakat Papua menjadi anomali bagi upaya percepatan pembangunan wilayah tersebut. Kepentingan dengan kacamata kuda untuk lepas dari negara Indonesia justru merugikan masyarakat Papua sendiri. Meski tidak signifikan, ragam penolakan dari kelompok separatis terhadap segala kebijakan Papua menjadi perhatian pemerintah dan aparat dalam bidang keamanan untuk kemudian diwaspadai.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), John Wempi Wetipo dalam kunjugannya di Papua mengatakan bahwa pembentukan DOB Provinsi Papua Pegunungan dapat mendorong kesejahteraan bagi masyarakat. Pemerintah terus berikhtiar menyiapkan pembentukan DOB tersebut secara matang agar kesejahteraan masyarakat Papua semakin terangkat. Karena itu, pihaknya mengajak berbagai elemen masyarakat maupun para tokoh di Papua Pegunungan untuk menyambut pembentukan DOB dengan baik. Adanya DOB tersebut merupakan kesempatan emas bagi generasi di Papua Pegunungan untuk dapat memperoleh kesejahteraan lebih baik.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta proses implementasi pembentukan tiga provinsi baru di tanah Papua dipercepat. Semua instansi terkait perlu berkoordinasi untuk merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah komprehensif menciptakan keamanan yang kondusif di Papua, serta merumuskan skema operasi keamanan yang tepat untuk Papua, yaitu operasi yang bersifat humanis, dinamis, antisipatif, dan simultan, dengan pendekatan teritorial dan tetap memperhatikan penegakan hukum. Ia juga meminta pemanfaatan dana otonomi khusus Papua yang tepat sasaran sehingga pembangunan di Papua dan Papua Barat dapat dilaksanakan secara efektif.

Sejumlah keyakinan tersebut bertolak belakang dengan narasi provokatif melalui ragam definisi kolonialisme yang digunakan jubir KNPB untuk mempengaruhi masyarakat. Sudah jelas, hal tersebut tak akan didengar dan hanya menjadi angin lalu saja.

__

Agus Kosek

(Pemerhati Masalah Papua)

Oleh : Muhammad Yasin )*

Generasi muda merupakan salah satu elemen yang sangat penting untuk bisa menangkal segala paham radikal, karena sejauh ini mereka masih terus menjadi sasaran empuk yang akan diberondong oleh banyaknya propaganda dari kelompok-kelompok radikal.

Radikalisme memang suatu paham yang sangatlah membahayakan bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mengenai bagaimana bahayanya, salah satu mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) Ketua Mantiqi ketiga di wilayah Asia Tenggara, Nasir Abbas bahkan menyatakan bahwa paham radikalisme ini nantinya akan berujung pada tindakan terorisme.

Nasir juga menambahkan bahwa ternyata sejauh ini para kelompok radikal akan selalu mencoba untuk mempropagandakan ajaran mereka untuk menarik banyak simpatisan dengan cara terselubung, yakni dengan menggunakan doktrin yang dibungkus dengan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memainkan isu-isu dari Islam garis keras.

Bukan hanya sekedar berbahaya lantaran akan bermuara pada tindakan terorisme, namun ternyata penyebaran radikalisme ini terkadang tidak mudah disadari apabila target sudah benar-benar masuk ke dalam perangkap kelompok radikal dan sudah dicuci otaknya dengan menggunakan doktrin-doktrin mereka.

Target atau simpatisan akan seolah-olah merasa bahwa mereka membela agama dan berada di jalan yang benar, sehingga sama sekali tidak akan ada rasa penyesalan ataupun tersadar bahwa tindakan yang telah mereka lakukan adalah salah. Mereka akan terus-menerus mencari pembenaran dengan menggunakan ayat-ayat ataupun hadist yang seolah-olah gerakan mereka telah benar.

Nasir berharap seluruh masyarakat Indonesia ke depannya bisa jauh lebih peka mengenai isu-isu yang berbau dengan ajakan radikalisme. Pemahaman akan Pancasila sebagai dasar negara harus benar-benar terus digaungkan dengan kuat sehingga masyarakat bisa membedakan seperti apa paham yang berseberangan dengan cita-cita luhur para pendiri Bangsa.

Hal tersebut sangat penting sekali terus disosialisasikan kepada generasi muda karena mereka adalah generasi penerus Bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan negeri ini. Bayangkan, bagaimana misalnya ketika para generasi muda Indonesia justru banyak yang terpapar radikalisme, maka bukan tidak mungkin keutuhan NKRI pasti akan sangat terguncang nantinya.

Terutama dengan sikap dan sifat dari generasi muda itu sendiri yang memang cenderung memiliki rasa penasaran dan rasa keingintahuan sangat tinggi. Dalam proses pencarian jati diri, mereka bukan tidak mungkin akan terus membuka wawasannya dan banyak melakukan pembelajaran dari manapun, terlebih di jaman sekarang ketika segala informasi sudah sangat mudah didapatkan hanya melalui internet dan sosial media.

Para propagandis kelompok radikal tentunya memahami hal ini dan dikabarkan pula tidak sedikit diantara mereka yang mulai menyebarkan paham-paham radikal melalui internet dan sosial media dengan target menyasar kepada generasi muda yang memang sedang belum stabil.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga menekankan hal yang sama, bahwa peran para guru agama di sekolah pun menjadi sangatlah penting untuk bisa mencegah persebaran radikalisme bagi para generasi muda khususnya melalui institusi pendidikan seperti sekolah.

Moeldoko memberikan imbauan itu lantaran menyusul terbitnya beberapa hasil survey yang ternyata menunjukkan bahwa para generasi muda, terutama siswa sangat rentan bisa terpapar paham radikal dan juga mengikuti aksi-aksi intoleran. Maka dari itu dirinya juga menegaskan kembali bahwa pendidikan agama sama sekali tidak boleh terjebak hanya pada doktrin serta simbol yang sifatnya normatif belaka. Namun tentunya juga harus memahami bagaimana substansi agama yang mendatangkan kebaikan secara universal bagi seluruh umat manusia.

Ajaran-ajaran mengenai toleransi, akhlak dan budi pekerti, kebaikan hingga kejujuran harus terus digaungkan entah oleh para orang tua ataupun oleh para guru terhadap generasi muda. Karena setidaknya setelah menggaungkan hal tersebut, maka tumbuh kembang si anak nantinya akan menjadi jauh lebih terbuka terhadap isu-isu ideologi dan juga komitmen beragama.

Generasi muda menjadi sasaran yang sangat empuk bagi penarikan simpatisan kelompok radikal lantaran kepolosannya. Maka dari itu perhatian jangan sampai dilepaskan serta ajakan untuk bisa membedakan mana paham yang sesuai dengan Pancasila dan mana paham yang sama sekali bertolak belakang dengan Pancasila setidaknya harus dipahami oleh mereka.

Bukan hanya itu, jika para generasi muda ini memiliki kesadaran yang tinggi untuk mampu menolak ajaran-ajaran atau doktrin dari kelompok radikal, maka hal tersebut akan mampu memblokir upaya penyebarluasan jaringan mereka. Dengan adanya peran aktif generasi muda, maka penyebaran radikalisme dapat ditangkal secara maksimal.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Oleh : Bening Arumsari)*

Mewujudkan Pemilihan Umum (Pemilu) yang damai tanpa adanya ujaran kebencian adalah keinginan setiap masyarakat. Karena Pemilu adalah pesta demokrasi terbesar bagi Rakyat Indonesia, yang seharusnya kita rayakan dengan suka cita. Dengan Pemilu, Rakyat Indonesia bisa memilih calon pemimpin yang menurutnya pantas untuk membawa perubahan dengan kebijakan-kebijakan yang akan dilahirkannya.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 1 Ayat 1 angka 1, Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu merupakan perwujudan dari demokrasi, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Pemilu memiliki enam asas penting di dalam pelaksanaannya, sesuai dengan Pasal 2 UU Pemilu. Keenam asas tersebut yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau biasa kita kenal dengan sebutan luber jurdil. Keenam asas ini memastikan bahwa setiap pemilih mendapatkan keadilan dalam memilih pemimpinnya, dimana semua masyarakat yang sudah layak menjadi pemilih bisa bebas memilih secara langsung, dengan kerahasiaan dan kejujuran dari hati nuraninya, serta mendapat perlakuan yang sama baik secara hak dan kewajiban.

Pakar Ilmu Politik Universitas Indonesia, mendiang Profesor Arbi Sanit sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa pada dasarnya Pemilu memiliki empat fungsi yakni membentuk legitimasi penguasa dan pemerintah, membentuk perwakilan politik rakyat, sirkulasi elite penguasa, dan pendidikan politik. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut, dirinya menjelaskan bahwa Pemilu bertujuan untuk memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib, melaksanakan kedaulatan rakyat, serta melaksanakan hak-hak asasi manusia.

Indonesia melaksanakan Pemilihan Presiden (Pilpres) langsung sejak tahun 2004, dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) keluar sebagai pemenangnya. Terhitung sudah empat kali dengan selang waktu lima tahun Indonesia melaksanakan Pilpres, dengan disertai pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) untuk memilih anggota legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih para Pemimpin Daerah.

Tahun 2022 yang merupakan dua tahun menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, seolah menjadi pembuka dalam perjalanan para kandidat pemimpin untuk benar-benar berkompetisi menjadi pemimpin pilihan rakyat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga negara yang menyelenggarakan Pemilu di Indonesia resmi membuka tahapan Pemilu 2024 sejak 14 Juni 2022. Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU Hayim Asy’ari di Kantor KPU di Jakarta.

Rangkaian tahapan Pemilu pada tahun ini dimulai dari perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilu, pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih Pemilih, pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu, hingga penetapan peserta Pemilu. Keseluruhan tahapan tersebut akan berlanjut hingga 2024 sampai Pemilu benar-benar terlaksana.

Menjelang 2024, para kandidat akan mempersiapkan dirinya dengan baik untuk dapat diterima citranya oleh masyarakat. Masa kampanye yang sesungguhnya belum dimulai dapat diawali dengan pengenalan dirinya secara tidak langsung kepada masyarakat. Mengenalkan diri dengan citra yang baik tanpa menjatuhkan pihak lain seharusnya menjadi dasar perilaku dari calon atau bakal calon (balon) peserta Pemilu.

Strategi pengenalan sosok dari balon kandidat peserta kepada masyarakat sebaiknya dilakukan dengan menghargai perbedaan dengan menghindari politisasi Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Hal ini dikarenakan Indonesia adalah bangsa yang besar dengan anugerah keanekaragaman dari Tuhan yang mesti kita syukuri dan pelihara.

Politisasi atas dasar perbedaan SARA berbentuk ujaran kebencian akan membuat Bangsa Indonesia menjadi terpecah. Masyarakat akan semakin terpolarisasi, dimana masyarakat akan menjadi terbelah ke dalam dua kutub yang berseberangan atas sebuah isu, kebijakan, atau ideologi. Bila hal negatif tersebut terus berlanjut, maka akan muncul rasa saling tidak percaya di antara keluarga, teman, rekan, atau lingkungan masyarakat, dan akan berujung terjadinya perpecahan bahkan kerusuhan.

Ujaran kebencian dengan terus-menerus menebar kabar bohong seyogyanya akan melahirkan permusuhan atas dasar kecurigaan yang tidak beralasan. Ujaran kebencian pada akhirnya akan menghasilkan masyarakat yang tidak percaya kepada pihak pemenang Pemilu juga akan senantiasa curiga dan merasa hasil kebijakan dari pemerintah terpilih merupakan kebijakan yang tidak tepat dan tidak pro kepada rakyat.

Rasa tidak percaya masyarakat kepada pemerintahan dikhawatiran akan berpengaruh pada keengganan masyarakat untuk berpartisipasi aktif pada proses politik ke depannya. Rendahnya partisipasi politik seperti rendahnya penggunaan hak pilih, dan keterlibatan warga dalam kampanye maupun pengambilan kebijakan publik, akan berpengaruh pada rendahnya mutu demokrasi di Indonesia kelak.

Mewujudkan Pemilu yang damai tanpa ujaran kebencian seharusnya terus kita galakkan. Selama periode dua tahun menjelang pesta demokrasi terbesar di Indonesia ini apa lagi di masa kita masih berada di fase Pandemi Covid-19, seharusnya kita saling bekerjasama membangun Indonesia yang lebih baik. Sifat optimis bahwa Indonesia akan lebih baik lagi ke depan harus kita jaga sebagai Rakyat Indonesia. Karena masa depan Indonesia kelak ada di tangan kita bersama, Rakyat Indonesia.

)* Penulis adalah Kontributor untuk Pertiwi Institute

Oleh : Mutia Rahmah )*

Undang-undang (UU) Cipta Kerja telah mendatangkan beragam manfaat, tidak hanya memberikan kemudahan untuk mendirikan usaha, tetapi juga mampu mengoptimalkan pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK).

Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian mencatat investasi di Kawasan Ekonomi Khusus telah mencapai Rp 60 triliun setelah adanya UU Cipta Kerja. Investasi ini datang setelah dibentuknya empat KEK baru.
Staf ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Makro Kemenko Perekonomian Elen Setiadi menyebut, terjadi peningkatan investasi setelah adanya UU Cipta Kerja. Artinya keberadaan UU tersebut telah memberikan dampak positif.

Elen mengatakan, peningkatan investasi di KEK ini sejak UU Cipta Kerja tercatat sudah ada investasi hampir Rp 60 triliun. Ada empat KEK baru pasca UU Cipta Kerja. Dirinya merinci, KEK Gresik Jawa Timur yang sudah diisi oleh groundbreaking pabrik smelter milik PT Freeport Indonesia. Kemudian ada KEK Lido Jawa Barat untuk pariwisata dan ekonomi kreatif yang dikelola oleh PT MNC Land dengan target penyelesaian akhir tahun ini.

Elen juga mengungkapkan, KEK Nongsa (Batam) ini akan groundbreaking untuk data center, investasi sekitar Rp 7 triliunan. Kemudian juga (KEK) Batam Aero Technic yang merupakan MRO-nya Lions dan ini berjalan terus dan akan berkembang ditambah lahannya sekitar 20 hektare lagi. Pemerintah berharap investasi yang dihasilkan melalui keempat KEK ini bisa mencapai Rp 90 Triliun pada 2024 mendatan. Selain itu, pemerintah juga masih akan melihat lokasi lain yang dinilai potensial untuk menjadi KEK.

Perlu diketahui bahwa kawasan ekonomi khusus mulai diatur di Indonesia sejak 2009. KEK adalah suatu kawasan dengan batas tertentu yang tercangkup dalam daerah atau wilayah untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Dalam sejarahnya, KEK merupakan pengembangan dari berbagai jenis kawasan ekonomi yang ada pada periode sebelumnya. Pada tahun 1970, mulai dikenal adanya pengembangan Kawasan Perdagangan Benas dan Pelabuhan Bebas. Selanjutnya, pada 1977 muncul pengembangan Kawasan berikat. Berlanjut pada 1989 muncul kawasan industri, lalu pada tahun 1996 dikembangkan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) dan terakhir sejak 2009 dimulai pengembangan KEK.

Pemerintah kemudian melakukan reformasi KEK melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 40 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Sesuai dengan semangat pembentukan UU Cipta Kerja, pemerintah memberikan sederet fasilitas dan kemudahan kepada pelaku usaha yang membuka ladang bisnisnya di KEK.

Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan dan Pengelolaan Evaluasi Pencapaian KEK, Bambang Wijanarko, menyampaikan bahwa dalam KEK pemerintah memberikan kebebasan kepada badan usaha untuk memilih lokasi dan sektor yang akan dikembangkan. Setelah pelaku usaha membangun industri di KEK, pemerintah akan memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan.

UU Cipta Kerja dan PP 40/2021 melakukan reformasi KEK terkait empat hal yakni ;
Pertama perluasan kegiatan usaha di mana dilakukan perluasan cakupan multi sektor ke sektor pendidikan dan kesehatan.

Kedua, prosedur penyelenggaraan diperjelas. Dalam hal ini pemerintah melakukan penyederhanaan prosedur pengusulan tidak lagi berjenjang, tanpa menghilangkan dukungan dari pemerintah daerah; persyaratan pengusulan antara lain penguasaan lahan minimal 50% penambahan pengusulan untuk lebih dari satu provinsi dan penambahan pengaturan transformasi KPBPB menjadi KEK.

Ketiga, adanya kepastian fasilitas dan kemudahan. Pemerintah melakukan penyederhanaan pelayanan perizinan dan semua dilaksanakan oleh Administrator (pelayanan mandiri kepabeanan, pemenuhan komitmen/penyelesaian seluruh perizinan di administrator), pemerintah daerah wajib memberikan dukungan termasuk insentif daerah; penegasan bahwa impor barang ke KEK belum berlaku pembatasan; penambahan fasilitas fiskal untuk memberi kepastian kepada investor seperti pengembangan sistem elektronik terintegrasi secara nasional untuk mempermudah pemberian fasilitas fiskal, pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, pemberian fasilitas tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM untuk Jasa Kena Pajak dan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

Fasilitas dan kemudahan lainnya adalah KEK non Industri dapat melakukan impor barang konsumsi, adanya kemudahan, percepatan dan prosedur khusus dalam memperoleh hak atas tanah dan Dewan Nasional dapat menetapkan tambahan fasilitas dan kemudahan lain.

Keempat, peningkatan kelembagaan. Pemerintah melakukan pembentukan Administrator oleh Dewan Nasional dan pengelolaan keuangan dengan pola BLU, serta Administrator berbasis kualifikasi profesionalitas, peningkatan status sekretariat Jenderal Dewan Nasional untuk efektivitas koordinasi dan pengaturan Dewan Kawasan dapat dibentuk untuk KEK yang wilayahnya mencakup lebih dari satu provinsi.

Di sisi lain persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang kepada Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK diberikan melalui sistem OSS-RBA tanpa melalui tahapan penilaian dokuman usulan kegiatan pemanfaatan ruang.

UU Cipta Kerja terbukti memfasilitasi beragam kemudahan berusaha, di mana hal ini akan mengoptimalkan banyak sektor tak terkecuali mengoptimalisasi pembentukan KEK.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini

Oleh : Levi Raema Wenda)*

Tokoh masyarakat di Papua mengecam aksi keji yang kerap kali dilakukan oleh Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua. Hal ini karena aksi kejam yang tak kunjung usai terus dilakukan oleh KST Papua demi mencapai tujuan utama mereka, memisahkan Papua dari Indonesia.

KST Papua seolah tidak pernah merasa cukup dan jera dalam melancarkan serangan terornya di Papua. Teror yang tidak pandang bulu kepada siapapun targetnya, baik itu TNI/Polri, masyarakat pendatang, ataupun Orang Asli Papua (OAP) sekalipun. Teror seakan sudah menjadi wujud identitas yang dapat disematkan kepada KST Papua, karena rentetan aksinya kepada Masyarakat Papua.

Kali ini aksi keji KST Papua menyasar warga di Kampung Nogolait, Kabupaten Nduga, Papua. Serangan sadis yang dilakukan oleh KST Papua kali ini dilakukan dengan menganiaya dan menembak 10 orang masyarakat sipil, dengan dua diantaranya merupakan tokoh agama yakni seorang Ustadz, dan seorang Pendeta.

Wakil Ketua Satuan Tugas (Wakasatgas) Hubungan Masyarakat (Humas) Operasi Damai Cartenz, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Arif Irawan dalam keterangan persnya memberikan informasi seputar kronologi kejadian. Diketahui kejadian bermula saat seorang anggota KST Papua memasuki kios milik salah seorang warga berinisial H pada Sabtu 16 Juli 2022 yang lalu. Pihak KST Papua kemudian meminta orang di dalam kios untuk keluar sambil menghamburkan barang-barang yang ada di kios.

AKBP Arif menambahkan saat kejadian tiba-tiba datang 20 orang anggota KST Papua ke lokasi tersebut sambil menenteng senjata laras panjang. Pihak KST Papua kemudian memukul dan melepaskan tembakan kepada lima pria yang sebelumnya berada di kios, hingga kelima pria tersebut meninggal dunia. Aparat yang menerima informasi pembantaian keji itu kemudian tiba di lokasi kejadian, hingga akhirnya menemukan 10 orang telah meninggal dunia, dengan dua orang lainnya mengalami luka berat.

Dari peristiwa keji yang dilakukan KST Papua tersebut, diketahui bahwa Ustadz Daeng Marannu, dan Pendeta Elias Serbaye turut menjadi korban jiwa. Keduanya menjadi korban saat hendak melerai penganiayaan yang dilakukan oleh KST Papua, demikian keterangan dari Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Papua, Komisaris Besar (Kombes) Ahmad Musthofa Kamal.

Kombes Ahmad Musthofa menyampaikan bahwa mendiang Ustadz Daeng Marannu terakhir melakukan pengabdiannya dengan mengisi khutbah Idul Adha di Mesjid Kenyam. Sementara itu Pendeta Elias sehari-hari sibuk sebagai pelayan gereja di Kampung Yereitama, Ditrik Pija, Kabupaten Nduga. Kejadian yang menimpa Ustadz Daeng Marannu, Pendeta Elias Sarbaye, serta korban-korban lainnya turut mendapat simpati dari berbagai pihak. Kecaman juga turut diberikan oleh banyak tokoh-tokoh di Papua, hingga warganet di dunia maya.

Ketua I Persekutuan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Pendeta Petrus Bonyadone sangat menyayangkan peristiwa pilu itu terjadi. Dirinya mengatakan bahwa Pendeta bekerja dan melayani umat dengan berada di tengah-tengah masyarakat tanpa memiliki kepentingan tertentu. Sudah semestinya mereka dilindungi, bukan dijadikan korban.
Pendeta Petrus menambahkan bahwa kejadian ini merupakan kasus kejahatan yang harus ditangani dengan serius oleh pihak berwajib. Dirinya berharap semua pihak dapat bekerjasama menyelesaikan kasus tersebut, mulai dari tokoh adat, agama, hingga pemerintahan juga aparat TNI-Polri.

Tokoh Adat Papua, Yanto Eluay turut memberikan tanggapannya terhadap teror keji KST Papua ini. Yanto Eluay menyebutkan bahwa KST Papua tidak seharusnya melakukan tindakan keji dan tidak manusiawi terhadap warga sipil. Dirinya mengecam tindakan KST Papua sekaligus menyayangkan dan prihatin atas peristiwa yang terus berulang ini. Kemudian dirinya menyampaikan rasa duka cita yang mandalam kepada keluarga yang ditinggalkan, dan berharap keluarga diberikan ketabahan.

Sebagai tokoh adat, Yanto Eluay menegaskan kepada Orang Papua yang berbeda pemikiran atau yang tidak mengakui status politik Papua dalam NKRI untuk menyikapinya dengan cara-cara yang bermartabat. Dia juga berharap pemerintah dan aparat keamanan di wilayah rawan untuk selalu menjalin komunikasi yang baik dan mampu memberikan deteksi agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi.

Aksi keji dan tidak berkeperimanusiaan dari KST Papua pimpinan Egianus Kogoya ini juga mendapat sorotan dan kecaman dari warganet di platform sosial media Twitter. Tercatat jumlah postingan mencapai 8.797 tweet telah disematkan oleh netizen untuk mengomentari dan mengutuk kejadian biadab tersebut.

Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Yohanis Kapiyau Letnan Kolonel Penerbang (Letkol Pnb) Slamet Suhartono mengatakan bahwa semua korban penembakan telah dievakuasi menggunakan empat armada, yaitu satu pesawat milik Rimbun Air dan tiga helikopter milik TNI-Polri, yakni helikopter Caracal TNI-AU, helikopter Bell milik Penerbang Angkatan Darat (Penerbad), dan helikopter Polri.

Tak terhitung banyaknya aksi keji dan mengerikan yang dilakukan KST Papua di Bumi Cenderawasih. Teror tidak berdasar dengan dalih memperoleh kemerdekaan adalah suatu hal yang tecela dan sepatutnya dilawan. Dukungan dari berbagai pihak terus mengalir kepada aparat penegak hukum untuk terus menindak tegas perilaku biadab dari KST Papua. Semoga suatu saat pihak KST Papua sadar bahwa upaya mereka selama ini hanya akan merugikan Papua, dan kelak mereka akan kembali kepada Indonesia untuk membangun Papua dengan jalan damai, bukan dengan kekerasan.

)* Penulis adalah Pengamat Papua, mantan jurnalis media lokal di Papua.

Oleh : Aulia Hawa )*

Tingkat kesembuhan kasus Covid-19 yang terjadi pada masyarakat Indonesia ternyata terus mengalami peningkatan. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa kinerja Pemerintah, Satgas dan seluruh pihak yang terkait dalam pengendalian pandemi sudah sangat maksimal.

Terdapat sebuah pembaruan mengenai data situasi Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Per tanggal 26 Juli 2022, kasus aktif bertambah menjadi lebih dari 43 ribu. Sementara itu, mengenai data masyarakat yang sudah melakukan vaksin dosis pertama sendiri sudah mencapai lebih dari 202 juta orang, untuk dosis kedua mencapai lebih dari 169 juta orang dan untuk masyarakat yang sudah melakukan vaksin booster mencapai lebih dari 54 juta orang dari target total adalah sekitar 208 juta penduduk Indonesia.

Hal ini menandakan bahwa memang pandemi belum berakhir karena masih terus ada penambahan kasus hari demi hari. Meski begitu, dikutip dari website resmi Pemerintah RI, ternyata angka kesembuhan harian juga terus bertambah hingga kini menjadi 3.511 kasus. Sehingga apabila ditotal, maka kasus sembuh Covid-19 di Indonesia sudah mencapai lebih dari 5,9 orang yang artinya persentase sembuh mencapai 96,8 persen.

Angka tersebut sejalan dengan rendahnya kasus pasien Covid-19 di Indonesia yang sampai harus membutuhkan perawatan medis di rumah sakit karena hanya berada pada kisaran 0,7 persen saja. Kemudian untuk kemungkinan terjadinya kematian karena terpapar Covid-19 di Tanah Air juga bisa dikatakan sangat kecil, yakni 2,5 persen.

Dengan update data tersebut, sampai saat ini sebagaimana dilansir dari Worldometers, bahwa negara dengan peringkat pertama kasus Covid-19 terbanyak di dunia masih dipegang oleh Amerika Serikat dengan total kasus lebih dari 92,49 juta orang dan angka kematian yang mencapai lebih dari 1,05 juta penduduk. Sedangkan untuk peringkat kedua diduduki oleh India dengan lebih dari 43,93 juta telah terpapar Covid-19.

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia bisa dikatakan menjadi salah satu yang terbaik di dunia karena dengan jumlah penduduk sebanyak ini, ternyata angka paparan hanya sedikit bahkan persentase kesembuhan juga melebihi 96 persen.
Terkait hal tersebut, Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa meski belakangan trend peningkatan kasus Covid-19 kembali terjadi, namun masyarakat tak perlu terlalu panik lantaran memang penanganan pandemi sudah sangat baik dilakukan Indonesia. Dari data kasus peningkatan Covid-19 yang terjadi itu, 81 persen diantaranya adalah memang dikarenakan merebaknya subvarian Omicron terbaru yakni BA.4 dan BA.5.
Pihaknya tidak henti mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan juga sesegera mungkin melakukan vaksinasi hingga dosis ketiga atau booster bagi yang belum melakukannya.

Wali Kota Bandung, Yana Mulyana menegaskan bahwa meski tingkat kesembuhan sangat tinggi dan juga angka pasien yang harus dilarikan ke RS kemungkinannya sangat kecil lantaran jika terpapar Covid-19 hanya dengan melakukan isolasi mandiri saja sudah bisa sembuh, namun memang protokol kesehatan sangat penting untuk terus ditegakkan. Maka dari itu, peran serta dari seluruh masyarakat untuk bisa mencegah terjadinya penyebaran pandemi Covid-19 supaya tidak terus terjadi di Indonesia sangat penting.

Sementara itu, anggota DPRD Kota Palangka Raya, Jum’atni menyatakan bahwa selain menjaga protokol kesehatan tetap berlaku, masyarakat juga harus bisa untuk menerapkan pola hidup sehat dan juga mampu menjaga kondisi tubuh mereka supaya tetap fit sepanjang waktu. Pihaknya memberikan apresiasinya kepada seluruh pihak, khususnya Tim Satgas Penanganan Covid-19 karena terus memperketat pengawasan terkait seluruh kegiatan masyarakat demi antisipasi menyebarnya pandemi.

Dengan mulai perlahan bangkitnya berbagai roda perekonomian di masyarakat dengan mulai banyaknya aktivitas perekonomian yang dilakukan dan perlahan menjadi kembali normal seperti sedia kala, masyarakat pun sudah tidak terlalu panik lagi, tidak seperti pada kejadian beberapa bulan lalu waktu merebaknya varian Delta.

Salah satu hal yang membuat masyarakat menjadi tidak panik adalah adanya kepercayaan yang tinggi kepada Pemerintah dan juga fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia, karena memang tak bisa dipungkiri lagi bahwa anjuran-anjuran serta berbagai macam metode yang diberikan oleh dokter ternyata memang sangat efektif untuk mendorong tingkat kesembuhan Covid-19.

Jadi meski belakangan memang tengah terjadi trend peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia, namun tingkat kesembuhan pun terus saja meningkat bahkan dengan persentase lebih dari 96 persen membuat masyarakat menjadi tak perlu khawatir serta menunjukkan keberhasilan Pemerintah dalam pengendalian pandemi di Tanah Air.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini