PRESIDEN Joko Widodo mengatakan pemerintah akan terus mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberantas korupsi, sekaligus memberikan prioritas tinggi pada upaya pencegahan sebagaimana halnya dengan upaya penindakan.
“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus dilawan dengan cara-cara luar biasa,” kata Presiden Joko Widodo. Presiden mengatakan ekosistem demokrasi, ideologi Pancasila yang kokoh, Bhinneka Tunggal Ika dan semangat gotong-royong harus ditopang dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Upaya membebaskan Indonesia dari jeratan korupsi yang mengkhianati kepercayaan rakyat, menggerogoti anggaran negara dan merusak sendi-sendi perekonomian bangsa harus terus dilakukan. “Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 sebagai arah kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga meneruskan inisiatif Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Hingga Mei 2021, Satgas Saber Pungli telah melaksanakan 612 operasi penindakan dengan barang bukti senilai Rp 198.055.848,-
Hal yang sama juga disampaikan oleh, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo sangat mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi, yang salah satunya melalui tindak pencegahan. “Pendekatan yang diambil harus menyeluruh, baik dari sisi preventif maupun korektif,” kata Dini.
Salah satu upaya pencegahan yang dimaksud Dini bisa ditanamkan melalui kurikulum pendidikan antikorupsi yang menyebarkan semangat antikorupsi, penanaman nilai kejujuran, disiplin di tingkat sekolah. Selain itu, diperlukan juga upaya perbaikan sistem antikorupsi di seluruh lembaga pemerintahan.
“Pada intinya Presiden hanya ingin kinerja KPK bisa menjadi lebih efektif dan efisien,” ucap Dini menegaskan. Sementara itu terkait hukuman mati bagi para koruptor, menurut Dini, Presiden berharap hal itu dibahas dalam proses legislasi melibatkan DPR dan pemerintah dengan memerhatikan aspirasi rakyat.
“Dalam proses legislasi tersebut pastinya akan dilakukan assessment atas hukuman mati untuk koruptor dengan memerhatikan pendapat masyarakat, efektifitas dari hukuman mati; apakah betul bisa mengurangi tingkat korupsi secara signifikan, fungsi pemidanaan; semata mata punitif atau rehabilitatif, hak dasar manusia untuk hidup, tingkat akurasi penyelidikan dan penyidikan serta proses pemeriksaan dan pembuktian di pengadilan,” tutur Dini. Presiden, ujar Dini, memerhatikan unsur kemanusiaan harus tetap masuk ke dalam pertimbangan tersebut. (*)