Jakarta – Pemerintah terus berupaya mensejahterakan orang asli Papua (OAP) dengan Otonomi Khusus (Otsus). Status Otsus sendiri untuk Provinsi Papua dan Papua Barat telah membawa perubahan positif yang signifikan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Theofransus Litaay mengatakan, indikator keberhasilan otsus di Papua dan Papua Barat adalah indeks pembangunan manusia (IPM) Papua yang mengalami peningkatan signifikan.
“Dalam dua tahun terakhir Papua dan Papua Barat mengalami percepatan IPM tercepat di Indonesia, diantara provinsi-provinsi lain. Meski dari segi skornya totalnya masih berada di ranking bawah tetapi sudah tidak lagi pada angka rendah. IPM Papua sudah masuk pada level IPM menengah,” kata Theo dalam program acara Trijaya Hot Topik Petang dengan tema ‘Otsus, Papua Maju & Sejahtera??’, Selasa (25/5).
Menurut Theo, peningkatan IPM tersebut sangat penting. Pasalnya, IPM di dalamnya terdapat indikator yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, angka harapan hidup, angka kematian Ibu dan anak, angka buta aksara, dan lainnya yang mengalami perbaikan.
“Kita tetap optimistis. Kita tidak boleh membangun Papua sebagai bisnis us usual. Jadi harus melalui usaha-usaha yang serius,” ujarnya.
Terkait RUU Otsus Papua yang sedang dibahas di DPR, kata Theo, terutama pasal 34 yang berkaitan dengan dana otsus, pemerintah berupaya melakukan perbaikan tata kelola. Hal itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang menyatakan Otsus Papua diperpanjang.
Ia menambahkan, pemerintah bahkan mengusulkan agar dana otsus dinaikkan dari 2% Dana Alokasi Umum (DAU) menjadi 2,25% DAU. Bila sebelumnya block grant, maka ke depannya diusulkan 1% bersifat block grant, dan 1,25% bersifat earmark yang berbasis kinerja yang diusulkan oleh pemerintah daerah di setiap awal tahun anggaran. Dengan demikian tepat sasaran.
Melalui skema baru ini, pemerintah menilai dapat mencegah kebocoran-kebocoran anggaran. Revisi pada RUU ini juga menyasar perubahan pasal 34 ayat 3, di mana dana Otsus ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Selain itu, ada tambahan ayat 6 dan 7 mengenai pembagian lebih lanjut dalam penerimaan dana Otsus.
Sebelumnya pembagian penerimaan dana otsus antara provinsi, kabupaten, dan kota diatur secara adil, transparan, dan berimbang dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang tertinggal. Namun kini ditambah menjadi perhatian khusus pada daerah-daerah yang tertinggal dan Orang Asli Papua (OAP). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan penguatan, semangat, dan afirmasi bagi upaya menyejahterakan rakyat Papua.
“Ada sinkroninasi program di mana akan ada grand desain untuk program yang dikerjakan. Ada pengaturan untuk pemanfaatan otsus melalui peraturan pemerintah,” ujar Theo.
Perbaikan lainnya pada pasal 76 terkait penataan daerah yang semula hanya bersifat daerah maka ditambahkan kesatuan sosial budaya masyarakat.
“Jadi ini memberi penguatan semangat afirmasi,” kata dia.
Theo mengatakan, pasal 34 juga menambah ayat 8 dengan maksud menyelesaikan hambatan dan permasalahan pengalokasian dana Otsus dari provinsi ke Kabupaten/Kota. Selama ini pembagian dana dilakukan merata, padahal setiap Kabupaten/Kota memiliki kondisi dan situasi wilayah yang berbeda. Penambahan isi pasal juga dilakukan terkait pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan dana Otsus. Menko Polhukam bahkan mengusulkan agar dilakukan pendalaman terhadap kasus-kasus korupsi yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan dana Otsus.
“Ini dimaksudkan menyelesaikan sumbatan permasalah pengalokasian dana otsus dari provinsi ke kabupaten/kota,” tuturnya.
Theo menjelaskan, adanya pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan dana otsus seperti arahan Presiden Jokowi.
“Karena kata Pak Jokowi kalau sudah mengeluarkan anggaran mustinya harus kelihatan hasilnya, harus dirasakan manfaatnya seperti apa,” kata Theo.
Mengenai protes terhadap keberlanjutan program Otsus, kata Theo, harus dijadikan introspeksi bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaikinya. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi melalui Inpres No 9 tahun 2020 berusaha mendorong terciptanya perubahan dalam Otsus Papua untuk mempercepat terwujudnya kerjahteraan bagi rakyat Papua.
Ia menambahkan, mengenai masyarakat adat maupun masalah hutan adat dibutuhkan sinergitas antara pusat dan daerah. Sebab yang mengetahui kondisi tentang hal tersebut adalah pemerintah daerah.
“Pemerintah pusat terus mendorong pemanfaatan dan pengelolaan hak komunal oleh masyarakat, khususnya masyarakat adat. Sebab hak komunal, termasuk di dalamnya hak-hak wilayah apabila dimanfaatkan secara maksimal dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat Papua,” kata dia.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Jimmy Demianus Ijie setuju dengan perpanjangan otsus di Papua dan Papua Barat.
“Saya orang yang mendukung otsus dilanjutkan. Yang paling penting beri kewenangan secara sungguh-sungguh pada daerah. Kecuali lima kewenangan yang menjadi milik negara yaitu kewenangan bidang pertahanan keamanan, bidang peradilan, bidang moneter, serta hubungan luar negeri dan agama itu urusan negara,” ujar Jimmy.
Jimmy berharap keberlangsungan Otsus Papua dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dapat ditur oleh pemerintah daerah.
Ia menambahkan, bila masih ada gejolak yang terjadi di Papua terkait otsus, pintu dialog menjadi solusi terbaik untuk membahas berbagai permasalahan yang dialami orang Papua.
“Permasalahan Papua adalah masalah internal negara, sehingga diharapkan dapat diselesaikan sendiri oleh Indonesia. Oleh sebab itu, orang Papua harus dijadikan subjek yang dibangun bukan objek. Diharapkan dengan adanya revisi UU Otsus Papua dapat segera mendorong percepatan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Papua,” pungkasnya.