Kelompok Separatis Kriminal Bersenjata (KKSB) terus melakukan berbagai serangan. Hal itu turun menciptakan keresahan dan ketakutan di masyarakat lokal. Hal itu juta turut mengganggu pembangunan yang sedang dikerjakan oleh Pemerintah.

Danrem 172/PWY Brigjen TNI Izak Pangemanan selaku Dankolakops menuturkan serangkaian gangguan yang terjadi akhir-akhir ini merupakan bukti nyata bahwa KKSB tidak menghendaki daerahnya untuk dibangun dan tidak menghendaki masyarakat untuk hidup yang lebih baik dan memiliki masa depan yang cerah.

“Keberadaan TNI baik di Serambakon maupun di daerah lainnya tujuannya sudah jelas. TNI ada untuk membantu pemerintah daerah dalam membangun daerahnya, juga membantu masyarakat agar ada solusi-solusi terhadap kesulitan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Namun memang keberadaan KKSB sungguh mengganggu kerja untuk membangun Papua,” tutur Izak Pangemanan.

Dengan kejadian ini pula, kata Danrem, semakin menunjukkan dan semakin terbukti bahwa KKSB tidak memihak pembangunan dan tidak memihak masyarakat, mereka (KKSB) hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan semakin biadab.

Situasi itupun juga disampaikan oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) John Wempi Wetipo. Ia mengatakan hambatan terberat dalam proses pembangunan di Papua adalah masalah keamanan, selain kondisi alam yang masih berupa hutan, pegunungan, dan cuaca.

“Masalah keamanan yang menghambat operasi pekerjaan yang diharapkan tuntas satu tahun, tidak bisa terjadi. Ini karena terhambat masalah keamanan,” ucap Wempi.

Beberapa kasus terjadi selama proses pembangunan, sepeti penembakan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di beberapa wilayah pegunungan Papua. Jika KKSB ini masih menganggu situasi dan terus melakukan penyerangan kemungkinan besar berbagai proyek pembangunan di Papua akan semakin molor, yang berujung pada sulinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.

Oleh : Dodik Prasetyo )*

Pemerintah mendorong terwujudnya RUU BPIP. Masyarakat pun mengapresiasi usulan tersebut sebagai upaya membumikan Pancasila di Indonesia, khususnya kepada generasi muda.
Sejumlah tokoh dari Bali telah menyatakan kesepakatan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi penting sebagai landasan hukum untuk lebih membumikan nilai-nilai Pancasila.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Udayana Dr Dewa Gede Palguna mengatakan, tidak mungkin memisahkan Pancasila sebagai dasar negara maupun ideologi negara. Tidak mungkin bicara gagasan kebangsaan apabila tidak bicara Pancasila. Oleh karena penting, maka dasar hukum setelah UUD 1945 harus ada, yakni dalam bentuk undang-undang.

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut menilai, dengan fungsinya yang sedemikian penting, tentu tidak cukup apabila BPIP hanya diatur oleh Perpres.

Sementara itu, Prof Dr Sukadi, MED selaku Ketua Umum DPD Gerakan Pembumian Pancasila Provinsi Bali juga berpendapat bahwa BPIP memiliki peranan yang sangat penting supaya tidak ada penafsiran yang beragam mengenai Pancasila.

Dirinya menyebutkan masih banyak anak-anak bangsa yang belum memiliki pandangan sama terkait Pancasila, bahkan masih ada yang belum sepakat denga Pancasila sebagai ideologi negara.

Sehingga dengan adanya penafsiran yang sama tentang Pancasila, diharapkan tidak ada keraguan lagi bahwa Pancasila yang benar itu adalah yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.

Sukadi juga menyatakan bahwa BPIP tidak cukup hanya diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), tetapi harus dengan landasan hukum yang lebih tinggi yakni dalam bentuk undang-undang.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Politiik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Pancasila akan tetap berisi lima sila dalam RUU BPIP.

Pancasila di dalam RUU BPIP tersebut dikembalikan seperti yang dipidatokan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Ir Soekarno pada tanggal 18 Agustus 1945.

Mahfud juga menekankan bahwa salah satu pijakan penting yang diatur dalam Surpres RUU BPIP tersebut yaitu RUU BPIP harus mengacu kepada Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

Mahfud mengatakan bahwa DPR dan Pemerintah sepakat akan membuka seluasnya akses masyarakat terhadap RUU BPIP. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat dapat berpartisipasi membahas dan memberikan kritikan terhadap RUU BPIP tersebut.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo sempat mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo berharap agar BPIP dapat diperkuat dalam undang-undang, sehingga tidak sekadar hanya dengan peraturan presiden.

Bamsoet mengatakan, lahirnya BPIP melalui Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2018 tidak terlepas dari “political goodwil” Presiden Jokowi agar setiap anak bangsa dapat memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam setiap sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, Presiden Jokowi ingin menguatkan BPIP melalui undang-undang sehingga siapapun presidennya, BPIP akan tetap eksis menjadi milik bangsa Indonesia, dan tidak akan hilang hanya akibat kepentingan dari politik sesat.

Ia mengatakan, pro-kontra di masyarakat mengenai RUU HIP pada dasarnya menunjukkan kepedulian mereka terhadap Pancasila, namun yang terpenting jangan sampai terjadi pembelahan sosial akibat adu domba yang dilakukan oleh segelintir pihak yang memanfaatkan situasi demi kepentingan sesaat.

Mantan Kepala BPIP Yudi Latief mengatakan, Pancasila tidak bisa diarahkan ke multi interpretasi. Jika itu dilakukan maka akan muncup potensi mispresepsi.

Ia menjelaskan, Pancasila sejatinya telah dijaga serta diimplementasikan seutuhnya oleh masyarakat sendiri. Artinya nilai-nilai yang terkandung di Pancasila tak pernah luntur dan membuat rusak negara.

Pada Kesempatan berbeda, Pengurus Daerah (PD) XIII Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI) Jawa Timur menyatakan, kesiapannya mengawal pembahasan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Surat Presiden Joko Widodo tentang RUU BPIP telah diserahkan ke DPR RI, yang menandakan akan dilanjutkan ke pembahasan.

R. Agoes Soerjanto selaku Ketua PD XIII GM FKPPI Jatim berharap, RUU BPIP yang kini telah resmi dibahas di DPR RI, tidak lagi dipermasalahkan pihak tertentu. Apalagi sampai memicu pro dan kontra. Sebab, menurutnya, RUU BPIP secara substansi berbeda dari RUU HIP.

Jika RUU BPIP disahkan menjadi undang-undang, maka akan ada acuan hukum tegas atau legalitas BPIP. Dimana saat ini Indonesia telah memiliki BPIP yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2018.

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Oleh : Suluh Angkasa )*

Pemerintah terus bekerja keras dalam menanggulangi pandemi Covid-19 yang saat ini terus melanda dunia. Kendati demikian, penanganan Covid-19 di Indonesia terus mengalami perbaikan setiap harinya yang salah satunya terindikasi dari terus meningkatnya angka kesembuhan.

Masa perpanjangan pematasan sosial berskala besar (PSBB) transisi yang berlaku selama dua pekan sejak 26 Oktober telah berakhir pada 8 Oktober 2020. PSBB transisi ini sempat diperpanjang selama dua pekan setelah sebelumnya diberlakukan selama empat pekan.

Sebelum PSBB transisi diberlakukan, Pemprov DKI telah memutuskan untuk menarik rem darurat dan memberlakukan PSBB yang diperketat karena adanya lonjakan kasus harian Covid-19 pada awal September 2020.

PSBB yang diperketat awalnya telah diberlakukan selama 2 pekan, yakni pada tanggal 13 sampai 27 September 2020. Lalu PSBB kembali diperpanjang selama dua pekan mulai tanggal 28 September hingga 11 Oktober 2020.

Selama PSBB transisi, sejumlah aturan mulai dilonggarkan seperti bioskop yang sudah diperbolehkan kembali beroperasi dan perkantoran sektor non-esensial yang boleh mempekerjakan karyawan di kantor dengan kapasitas maksimal 50 persen.

Kemudian terdapat masa libur panjang dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW selama 5 hari.

Selama masa perpanjangan PSBB transisi, rata-rata kasus harian Covid-19 adalah 785 kasus. Bahkan, selama 11 hari, penambahan kasus harian Covid-19 berada dibawah angka 1.000.

Kasus harian Covid-19 bertambah di atas angka 1.000 hanya terjadi pada 2 November dan 7 November. Selama PSBB masa transisi, persentase pasien sembuh juga menyentuh angka tertinggi sejak awal pandemi Covid-19 yakni 90,7 persen pada 7 November 2020.

Sebanyak 100.816 prang dari total keseluruhan pasien Covid-19 telah dinyatakan pulih. Untuk kasus aktif Covid-19 di Ibu kota, kini tercatat 8.026.

Sementara itu, di Jakarta tercatat sebanyak 2.539 pasien Covid-19 meninggal dunia. Jumlah kematian ini setara 2,1 persen dari total kasus di Jakarta. Pada periode yang sama, angka kematian akibat Covid-19 di Jakarta tidak menunjukkan tanda-tanda melandai.

Dalam dua pekan terakhir, rata-rata angka kematian akibat Covid-19 di Jakarta adalah 20 orang.

Kasus harian yang melandai tersebut rupanya tidak dibarengi dengan jumlah orang yang dites swab. Dimana selama masa perpanjangan PSBB transisi, jumlah orang yang dilakukan tes swab di Jakarta tidak pernah lagi tembus angka 10.000 orang per hari.

Merujuk pada situs corona.jakarta.go.id, Jakarta pertama kali mencatatkan jumlah orang yang dites swab lebih dari 10.000 per hari pada tanggal 22 juli 2020. Saat itu, terdapat 10.061 orang yang dites dan 416 diantaranya dinyatakan positif Covid-19.

Kemudian, Pemprov DKI secara konsisten menyelenggarakan tes swab kepada warga Jakarta sebanyak 10.000 orang per hari hingga bulan Oktober lalu. Pada bulan Agustus, tercatat lebih dari 10.000 orang dites swab dalam tiga hari berturut-turut, yakni pada tanggal 19, 26 dan 28 Agustus.

Tes swab di Jakarta mulai stabil menembus angka lebih dari 10.000 orang per hari sejak September ketika Jakarta mencatat tes spesiman lebih dari 10.000.

Tren tersebut berlanjut hingga bulan Oktober, ketika ada 21 hari Jakarta mencatat tes lebih dari 10.000 orang per hari. Bahkan jumlah orang yang dites mencapai 15.978 orang pada 12 Oktober.

Namun, angka tes swab tersebut mulai mengalami penurunan pada akhir bulan Oktober sampai pada pekan pertama bulan November.

Sejak tanggal 28 Oktober hingga 7 November, angka tes swab di DKI Jakarta tidak pernah lagi menyentuh angka 10.000 orang per hari. Selain itu, tercatat peningkatan kapasitas tempat tidur isolasi dan tempat tidur ICU di 98 rumah sakit rujukan selama PSBB masa transisi. Untuk diketahui, sebanyak 8 rumah sakit rujukan utu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/169/2020.

Sementara itu, 90 rumah sakit lainnya ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 987 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Kepgub Nomor 378 Tahun 2020 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Covid-19.

Berdasarkan data terakhir hingga 1 November, tersisa 52 % dari 5.782 kapasitas tempat tidur isolasi di rumah sakit rujukan di Ibu Kota.

Sementara itu, tersisa 58 % dari 793 tempat tidur ICU di rumah sakit rujukan yang diperuntukkan bagi pasien Covid-19. Saat ini, sebanyak 508 pasien Covid-19 tengah dirawat di ruang ICU.

Tak hanya rumah sakit rujukan, Pemprov DKI Jakarta juga menyediakan hotel dan wisma bagi pasien Covid-19 guna mengantisipasi lonjakan pasien. Hal ini tentu menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menekan angka covid-19 tidaklah main-main. Meski demikian, hal ini tentu memerlukan kerjasama dari masyarakat untuk tetap patuh terhadap protokol kesehatan.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini

Oleh : Moses Waker)*

Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) berulah lagi dengan melakukan penembakan. Kekejaman mereka membuat masyarakat membenci organisasi separatis ini, karena melakukan serangan dengan ngawur. KKSB juga menghamat pembangunan Papua dan tak ingin daerahnya dimajukan oleh pemerintah pusat.

Kedamaian di Distrik Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, terusik oleh peristiwa penembakan. KKSB melontarkan peluru ke mobil dinas TNI. Padahal mereka sedang membawa logistik. KKSB licik dengan melakukan penembakan dari jarak jauh (200 meter) dan tak berani face to face dengan aparat.

Danrem 172/PWY Brigjen TNI Izak Pangemanan menyatakan ada 2 anggota TNI yang jadi korban dalam peristiwa tersebut. Mereka adalah Prada Goesmansyah dan Prada Haldan, yang mengalami luka memar dan pendarahan akibat terkena serpihan pelor. Dua orang itu langsung mendapat pertolongan pertama di RS Oksibil.

Brigjen Izak Pangemanan melanjutkan, penembakan terhadap mobil dinas TNI merupakan pertanda bahwa KKSB menghambat pembangunan di Papua. Karena aparat diterjunkan di Bumi Cendrawasih untuk membantu pemerintah pusat memajukan wilayah sana. Mobil yang ditembak juga berisi logistik yang sangat penting.

Peristiwa lain yang jadi bukti bahwa KKSB menghambat pembangunan di Papua adalah ketika mereka menembaki pekerja Istika Karya yang akan membangun jembatan, tahun 2018. Padahal jembatan itu adalah bagian dari Jalur Trans Papua. Bagaimana bisa mereka anti kemajuan dan tak ingin jalur ini segera selesai?

Padahal banyak warga sipil yang ingin jalur Trans Papua segera diselesaikan, karena bisa mempercepat transportasi dan menghemat waktu. Namun KKSB malah seenaknya sendiri dan tega menembak pekerja yang tidak bersalah. Dalam peristiwa berdarah ini, mereka menunjukkan kekejaman yang tidak bisa ditolerir.

KKSB merasa takut saat Papua maju dan jadi wilayah yang modern, karena mereka merasa dijajah oleh Indonesia. Padahal Papua adalah bagian dari Indonesia, dan mereka malah ngotot untuk mendirikan negara sendiri, yang tidak sah di mata hukum. Karena tidak bisa mendirikan negara di dalam sebuah negara.

Mindset kelompok separatis ini perlu diluruskan, karena mereka masih saja ingin mendeklarasikan Negara Federal Papua Barat. Bagaimana mereka bisa mengatur negara sendiri kalau memanfaatkan fasilitas yang dibangun oleh pemerintah Indonesia, seperti jalan raya? Seharusnya mereka merasa malu.

Jika ada anggota KKSB dan OPM yang ditangkap, maka mereka akan playing victim dan meminta bantuan ke dunia internasional. Padahal negara lain tak akan ikut campur, karena permasalahan ini bukan hak mereka untuk menolong. PBB sekalipun tidak mengakui keabsahan Papua Barat.

KKSB anti kemajuan karena ketika warga sipil makin pintar, maka tak bisa mereka provokasi. Mereka memang selalu membujuk masyarakat di Bumi Cendrawasih untuk lebih memilih bendera bintang kejora daripada merah putih. Padahal masyarakat Papua tidak mau ikut jalan mereka jadi separatis, karena lebih cinta NKRI.

Masyarakat Papua paham bahwa KKSB hanya segelintir separatis yang cari perhatian, dan mereka tak mau terpengaruh olehnya. Mereka juga tak bersimpati karena merasa selama ini KKSB memang selalu mengacaukan keamanan di Papua. Bagaimana bisa gerombolan pembuat onar dituruti kemauannya? Padahal tak pernah memberikan manfaat apa-apa.

Keberadaan KKSB yang meresahkan membuat masyarakat Papua geram. Karena selain anti kemajuan, mereka tak paham bahwa sekarang pemerintahan Presiden Jokowi jauh lebih baik. Namun KKSB merasa bahwa semua pemerintahan presiden sama saja dan menurut mereka merugikan.

Peristiwa penembakan yang dilakukan oleh KKSB menunjukkan bahwa kelompok separatis ini tak mau wilayahnya maju. Karena bisa jadi masyarakat Papua yang makin pintar akan membenci mereka dan paham bahwa selama ini dibohongi. Jangan sampai ada lagi warga sipil yang jadi simpatisan mereka.

)* Penulis adalah mahasiswa Papua, tinggal di Makassar

Oleh : Made Raditya )*

Setelah UU Cipta Kerja disahkan, maka sebagian masyarakat berdemo untuk menentangnya. Mereka menuudh pemerintah tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat. Padahal itu salah, karena sebelum UU ini disahkan, pemerintah sudah beberapa kali bertemu dengan perwakilan rakyat. Adaya pertemuan ini menunjukkan bahwa Pemerintah sebenarnya sudah mendengar aspirasi publik tentang UU Cipta Kerja.

Omnibus law UU Cipta Kerja adalah gebrakan baru dari Presiden Jokowi, karena mengatur berbagai sektor, mulai dari ketenagakerjaan, pertanian, hingga investasi. Peraturan lama diubah drastis dan birokrasi juga dipangkas. Namun walau tujuannya baik, UU Cipta Kerja nyatanya masih diprotes oleh beberapa kalangan.

Mereka yang tak setuju tentang UU ini beralasan bahwa omnibus law tidak pro rakyat. Padahal mereka tidak membaca naskah UU yang asli dan tebal sekali, namun hanya termakan hoax. Pemerintah juga telah melakukan rapat berkali-kali sebelum UU ini disahkan. Jadi tidak benar jika ada tuduhan bahwa naskah UU Cipta Kerja dikebut bagai tahu bulat yang digoreng dadakan.

Sebelum UU Cipta Kerja disahkan, Menteri Mahfud MD juga mempersilakan perwakilan buruh untuk bertemu dengannya. Tujuannya agar mereka bisa menyampaikan aspirasi terkait dengan UU tersebut. Jika ada pertemuan dengan menteri, maka para buruh bisa memberi masukan, bagian mana dari draft UU tersebut yang tidak disetujui.

Di lain waktu, perwakilan dari serikat buruh juga sudah beraudensi dengan baleg DPR. Mereka mengeluarkan uneg-uneg tentang klaster dalam UU Cipta Kerja, dan para wakil rakyat mengetahui kegelisahan para buruh. Masukan dari mereka sangat baik agar si Undang-Undang tidak hanya pro pada 1 pihak, tapi menguntungkan banyak orang.

Namun sayangnya setelah pertemuan itu, para buruh seakan lupa dan melakukan demo untuk menentang UU Cipta Kerja. Padahal unjuk rasa saat musim corona tentu membahayakan nyawa mereka dan melanggar protokol kesehatan. Saat mereka diusir aparat, malah emosi dan menganggap pemerintah arogan.

Padahal pelarangan ini demi kesehatan mereka dan lingkungannya. Daripada berdemo menentang UU Cipta Kerja, bukankah bisa menyampaikan aspirasi dengan baik-baik? Misalnya ada perwakilan dari serikat buruh yang bertemu dengan pejabat atau Presiden, dan menyampaikan protesnya.

Jika ada pertemuan seperti itu, maka kesalahpahaman akan diluruskan. Mereka jadi paham mengapa ada klaster ketenagakerjaan dalam omnibus law, karena tujuannya untuk merevisi UU ketenagakerjaan dan membuatnya lebih baik lagi. Jadi bukan untuk menjerumuskan para buruh dan menguntungkan investor dan pengusaha.

Ketika pendemo gagal menemui Presiden, karena beliau ada jadwal lain, jangan emosi. Toh masih bisa menyampaikan aspirasi melalui media sosial beliau, yang kolom komentarnya terbuka. Bisa jadi Presiden Jokowi adalah satu-satunya pimpinan RI-1 yang membaca masukan dari rakyatnya lewat Instagram.

Presiden juga langsung menjelaskan tentang UU Cipta Kerja, setelah demo 3 hari berturut-turut, oktober lalu. Saat ini ada banyak hoax yang berkembang tentang omnibus law, dan Presiden menjelaskannya dengan rinci. Jadi masyarakat jangan emosi, karena pemberitaan di media sosial dan koran elektronik bisa simpang siur.

Bahkan Presiden juga memperbolehkan rakyat menggugat UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. Izin untuk menyampaikan judicial review ke lembaga pengadilan tertinggi ini tentu sangat jarang ada di Indonesia, dan menunjukkan bahwa pemerintah tidak arogan. Namun mau mendengarkan aspirasi rakyat dan memperbolehkan mereka menempuh jalur hukum.

Saat pemerintah sudah membuka pintu aspirasi untuk rakyat, maka manfaatkan dengan baik. Sampaikan protes dengan santun, karena jika emosi akan kurang jelas maksudnya. Kita harus menghadapinya dengan kepala dingin, bukan dengan hati yang panas. Jangan malah nekat berdemo untuk menentang omnibus law UU Cipta Kerja, karena beresiko tertular corona.

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini