Omnibus Law UU Cipta Kerja telah disahkan DPR bersama Pemerintah pada 5 Oktober 2020. Cluster kedaulatan pangan sebagai basis untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional telah dikodifikasikan dalam UU Cipta Kerja yang meratifikasikan sejumlah perundangan – undangan dimana yang menjadi tujuan pemerintah, yaitu kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan katahanan pangan.

UU baru ini akan menjadi identitas baru bagi pembangunan pertanian dan pangan Indonesia ke depan. Dengan kedaulatan pangan, diharapkan tidak lagi dijumpai persoalan-persoalan dasar tentang pangan, seperti gizi buruk, kelaparan, rawan pangan, dan sebagainya.

UU Cipta Kerja berupaya memberikan kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak atas pangan warga negaranya. Ketahanan pangan merupakan paradigma yang secara resmi digunakan pemerintah dalam pemenuhan pangan penduduk dan pertanian terkait pangan pada umumnya.

Dalam UU Cipta Kerja, negara hadir sebagai perwujudan kedaulatan pangan dan ketahanan pangan. Pertama, bahwa kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan sumber daya lokal.

Dalam rangka untuk turut mendukung program pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, dan memberikan literasi kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk kaum milenial, agar mendukung UU Cipta Kerja dan Kedaulatan Pangan, ICF bersama Universitas Jakarta akan menggelar webinar dengan mengangkat tema UU Cipta Kerja Dalam Ketahanan Pangan.

Diskusi virtual lewat Live Zoom Cloud Meeting bakal berlangsung pada Jumat 23 Oktober 2020 pukul 14.00 sd selesai dengan menghadirkan narasumber Pengamat Ekonomi, Rosdiana Sijabat dan Duta petani Milenial Kementerian Pertania, Graha Abadi Pasyaman. ()

Sejumlah pihak terus menyatakan penolakannya terhadap agenda dan manuver politik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Terlebih saat pemberitaaan mengenai penangkapan para aktivis KAMI karena diduga terlibat dalam aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan.

Aliansi Pemuda Kaltim Cinta Indonesia menjadi salah satu kelompok masyarakat yang menolak kemunculan KAMI. Juru bicara Aliansi Pemuda Kaltim Cinta Indonesia, Umar Rizcy Maico Syahputra menyebut manuver politik yang dilakukan KAMI berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. “Kita melihat ini akan berpotensi memunculkan kegaduhan besar, bahkan perpecahan di tengah masyarakat Kaltim yang majemuk,” tandas Umar.

Sebab, lanjut Umar, gaya bahasa yang digunakan oleh para tokoh KAMI cenderung provokatif. Langkah ini merupakan upaya KAMI mengoyak dan mengganggu persatuan bangsa Indonesia. Aliansi Pemuda Kaltim Cinta Indonesia juga mengkritik keras provokasi yang dilakukan oleh para deklarator KAMI dengan menunggangi aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dengan sengaja dilakukan untuk mendiskreditkan Pemerintah.

Ditempat terpisah, Angkatan Muda Kuantan (AMUK) di Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi juga mendeklarasikan penolakan terhadap KAMI. Ketua Umum AMUK Engki Johan mengatakan Penolakan tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Sebab AMUK menilai kehadiran KAMI di Riau disinyalir akan menimbulkan perpecahan diantara sesama masyarakat. Yang pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban atas perpecahan tersebut.

“Jika KAMI mengklaim hanya sebuah gerakan moral, sudah sepatutnya KAMI ikut memberikan saran terbaik untuk bangsa ini ditengah pandemi Covid 19. Sudah cukup masyarakat terpolarisasi dengan perbedaan pilihan ketika pemilu lalu,” ujar Engki.

Diketahui sebelumnya, Mabes Polri menyebut peran dan tindakan sejumlah aktivis Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait cuitan di media sosial yang diduga menyebarkan berita bohong Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Pola yang dilakukan Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH), Anton Permana dan inisial DW polanya hampir sama dengan anggota KAMI Medan, Sumatera Utara, yang menyebabkan aksi demo berujung anarkis dan terjadi tindakan vandalisme dengan membuat kerusakan fasilitas umum dan mobil aparat Kepolisian.